TEGAL, Panturapost.com – Film Turah telah menyita perhatian warga Tegal dan sekitarnya. Pemutaran perdana film ini di bioskop-bioskop pada 16 Agustus 2017 lalu disambut antusias oleh masyarakat. Lalu seperti apa prosesnya? Kenapa sang sutradara Wicaksono Wisnu Legowo mengangkat kampung Tirang?
Menurut Wisnu, proses pengambilan film berdurasi 83 menit ini dilakukan selama 9 hari di Kampung Tirang, Kota Tegal. Dia merasa perlu mengangkat kampung tersebut karena menjadi potret kesenjangan sosial sebenarnya.
Kampung yang berada pesisir pantai utara Jawa Tengah ini memang miskin dan tertinggal. Bahkan hingga kini belum teraliri listrik, padahal masuk dalam wilayah administrasi Kota Tegal.
Terletak di atas tanah timbul, Kampung Tirang kerap disebut berada di wilayah abu-abu. Namun, setiap menjelang pemilihan umum (Pemilu), penduduk sebanyak 15 keluarga ini selalu masuk dalam daftar pemilih.
Tidak sedikit warga Tegal sendiri yang tidak tahu keberadaan Kampung Tirang. “Rasanya saya keliru jika tidak mengangkat kampung yang letaknya hanya tiga kilometer dari kampung tempat tinggal saya,” kata dia.
Baca juga: Film Turah, Potret Kesenjangan Sosial di Pesisir Pantura
Lalu kenapa film yang 80 persen dialognya menggunakan Bahasa Jawa dialek Tegal ini diberi judul Turah? Bukan Jadag yang perannya lebih menonjol? “Karena Turah lah yang mengetahui semuanya. Dia adalah kunci,” jelas Wisnu.
Sederet penghargaan di tingkat nasional maupun internasional telah diraih film yang diproduksi oleh Fourcolours Films ini. Di antaranya Special Mention Silver Screen Award pada Singapore International Film Festival (Desember 2016).
Film Turah juga membawa penghargaan Geber Award dan NETPAC Award pada perhelatan Jogja-NETPAC Asian Film Festival. Kemudian menjadi nomine Best Actor pada perhelatan ASEAN international Film Featival and Award di Malaysia. (MUHAMMAD IRSYAM FAIZ)
Discussion about this post