SLEROK sebuah nama kelurahan di wilayah Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal perbatasan dengan wilayah Kabupaten Tegal. Persisnya antara Slerok dan Desa Mejasem Barat, Kecamatan Kramat. Wilayah Slerok memiliki kekayaan alam berupa emas hitam, pasir yang melimpah ruah.
Tidak mengherankan jika di bantaran Sungai Prepil ini depot-depot pasir bertengger. Puluhan truk pengangkut emas hitam bergerak dari pagi, siang, dan menjelang matahari tenggelam.
Kekayaan tak terbilang dianugerahi Tuhan bagi warga sekitar. Orang mau membangun rumah tinggal nyemplung ke sungai bermodalkan serok untuk mencedoki pasir dan bebatuan kerikil pun yang masih gumpalan.
Yang demikian hanya kisah masa silam. Kini semuanya sirna seiring naiknya air laut menggelontor memasuki Sungai Prepil. Kedalaman sungai pun kian dalam. Sulit bagi penduduk yang menyandarkan hidup total dari kelimpahan pasir.
Dengan hilang pasir, bantaran Sungai Prepil berubah menjadi kebun penduduk penuh pohon turi, pisang, dan segala macam tanaman. Ada sebagian berdiri bangunan.
Pendek kata, selepas mata memandang dari utara ke selatan atau sebaliknya, suasana tampak suram nan rungseb. Orang tak lagi menikmati kegagahan Gunung Slamet nan menjulang.

Suasana seperti ini perlu mendapat perhatian dari pemangku jabatan yang ada di Pemkot.
Jika bantaran Sungai Prepil dibersihkan dari kekumuhan dan kerungseban, niscaya enak dipandang mata. Suasana akan tampak lapang jembar dan memungkinkan menjadi destinasi wisata baru buat Kota Tegal.
“Dulu warga Slerok bisa menikmati megahnya Gulung Slamet sambil berjemur. Jika malam purnama, keindahan bulan tampak cantik dapat dinikmati. Sekarang malam tampak menakutkan karena lebatnya tanaman,” kata Sumarto.
Bagi sebagian warga, berharap Pemkot Tegal punya perhatian khusus untuk membangun keindahan tidak cuma di pusat kota. Alangkah bijaknya bergeser ke wilayah paling timur.
Salah satunya menata bantaran Sungai Prepil dari Jembatan perbatasan di wilayah Langon dan Mejasem sampai jembatan di ujung utara, dijadikan pusat destinasi wisata baru seperti di Sungai Musi, Palembang. (*)
———-
Lanang Setiawan, penerima hadiah Sastra “Rancagé 2011” dan juga novelis.
Discussion about this post