TEGAL, Panturapost.com – Guru dan Kepala Sekolah di Kota Tegal, Jawa Tengah menilai penerapan sekolah sehari penuh (Full day School) tidak efektif. Mereka menilai penerapan sekolah full day ini justru akan mengekang belajar anak.
Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Kota Tegal, Ries Murdani mengatakan pihaknya pernah menerapkan sistem tersebut saat Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) masih berlaku. Saat itu guru dan murid sempat kewalahan. Sebab, ketika murid pulang sore, malamnya banyak yang tidak belajar akibat kelelahan. “Jujur saat itu kami memang belum siap,” kata dia.
Penerapan sistem yang full day school diwacanakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendi, beberapa waktu lalu. Menurut Muhajir, dengan sistem itu, maka orang tua akan lebih tenang lebih mudah untuk mengawasi. Di samping itu, para siswa juga bisa menyesuaikan jam kerja orang tua. Sehingga ketika orang tua pulang kerja, si anak juga pulang sekolah.
Menurut, Ries Murdani, penerapan sekolah full day perlu dievaluasi dan diuji publik. Sebab, berdasarkan pengalaman dia selama menjadi guru, ketika mengajar sampai lebih dari pukul 14.00 WIB, konsentrasi akan terpecah. “Maksimal itu sampai pukul 14.00 WIB. Ibaratnya kalau sudah lebih dari itu guru lowbat (batrai lemah), siswa juga sudah tidak konsentrasi,” kata dia.
Sekolah full day, kata dia, bisa jadi ke depan bisa diterapkan di kota besar. Tapi akan sulit ketika diterapkan di sekolah pinggiran. Misalnya, lanjut dia, banyak anak-anak di desa yang setelah pulang sekolah bekerja untuk membantu orang tua. Bahkan tidak sedikit pula yang menlanjutkan sekolah agama. “Ini nanti bagaimana menyesuaikan itu,” ujar dia.
Ries menambahkan, dengan adanya tambahan jam belajar siswa hingga sore hari, kata dia, tugas guru juga akan bertambah. Dengan begitu, dia mempertanyakan apakah pemerintah juga akan menjamin kesejahteraan para guru. “Nah, itu juga perlu dipikirkan bagaimana mekanismenya.”
Kebijakan menteri Muhajir juga mendapat pertentangan dengan para guru dan murid. Salsabila Aulia Putri, 13 tahun, siswi SMP Negeri 1 Kota Tegal berpendapat kebijakan menteri terlalu memberatkan mereka. Sebab, ketika pulang sekolah lebih sore, dia tidak punya waktu untuk belajar pada malam harinya. “Sudah lelah, apalagi nanti ada kegiatan ekstrakurikuler,” ujar dia.
Pendapat Salsabila diamini oleh salah seorang guru di SMP tersebut, Hidayat Adi. Dia menceritakan pengalamannya sendiri ketika menyekolahkan anaknya di sekolah dengan sistem full day. “Memang bagus karena mendapatkan tambahan pelajaran. Tapi pengalaman saya, ketika akan saya sekolah di sana, intensitas sakitnya lebih sering,” kata dia. “Saya akhirnya memilih ke sekolah reguler, tapi anak saya tetap mendapatkan pelajaran tambahan tapi lewat sekolah agama. Setelah itu ada perbedaan, intensitas sakit anak saya turun, tapi tetap mendapatkan pelajaran tambahan.”
Pendapat lain diungkapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Tegal, Johardi. Dia mendukung wacana penerapan sekolah sehari penuh. Menurutnya, penerapan full day di sekolah itu merupakan kebijakan yang bagus dan perlu diterapkan di sekolah. Menurut informasi yang diterimanya, full day school bukan berarti mengikuti pelajaran hingga seharian penuh, tapi mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah hingga sore. “Dengan begitu anak bisa fokus dan mengembangkan inovasinya di sekolah,” kata dia.
Meski begitu, dia mengatakan rencana Menteri Muhajir saat ini belum bisa diterapkan di sekolah-sekolah di daerah. Sebab, perlu ada penambahan fasilitas dan anggaran. “Saat ini infrastruktur belum siap. Karena nanti siswa seharian di sekolah, nanti bagaimana makan siangnya, ini yang perlu dipikirkan, penganggarannya seperti apa,” ujar dia.
Discussion about this post