ADA meme yang viral di media sosial setelah tim nasional sepakbola Indonesia dikalahkan Thailand dengan skor agregat 2-6 di final Piala AFF. Bunyi meme itu: “Kenapa Indonesia kalah, karena dalam Alquran tercatat yang mengalahkan Pasukan Gajah itu burung ababil, bukan burung garuda”.
Itu seperti sebuah pesan bahwa untuk saat ini timnas kita hampir tidak mungkin bisa mengalahkan Pasukan Gajah Perang, sekalipun ditukangi Shin Tae-yong, pelatih timnas Korea Selatan yang mampu membawa timnya mengalahkan Jerman 2-0 di Piala Dunia 2018. Sehebat-hebatnya Tae-yong, dia sejatinya hanya mengulang kegagalan yang dialami sejumlah pelatih asing sebelumnya. Sebutlah Ivan Kolev, Peter White, dan Alfred Riedl yang juga hanya mampu membawa Indonesia sebagai runner-up Piala AFF.
Dari 21 pelatih asing yang pernah melatih timnas kita, hanya Toni Pogacnik yang pernah membawakan gelar juara bagi Tim Garuda. Bukan sembarang gelar juara. Pelatih asal Yugoslavia kelahiran Sarajevo itu pernah memenangkan medali emas Asian Games untuk Indonesia pada 1958.
Prestasi Indonesia ketika ditangani Pogacnik itulah yang membuat kita masih cukup berbangga diri atas Thailand. Bahwa dalam sejarah sepakbola Indonesia pasca-kemerdekaan tim U-23 kita pernah menjadi yang terbaik di tingkat Asia. Sementara Thailand hanya pernah sampai babak semifinal pada Asian Games 1978.
Tetapi memang, di ajang Piala Asia AFC, timnas senior kita belum pernah mampu menapak sampai ke babak kedua. Prestasi “terbaik” timnas hanya pernah mengalahkan Bahrain 2-1 di Piala Asia 2007 saat dilatih Ivan Kolev. Sedangkan Thailand pernah menjadi juara ketiga pada Piala Asia 1972. Pada Piala Asia terakhir tahun 2019, Thailand lolos hingga babak 16 besar.
Layak Dipertahankan
Shin Tae-yong sempat dipuji-puji ketika Asnawi Mangkualam dkk berhasil lolos ke final setelah mengalahkan tuan rumah Singapura 4-2 pada leg kedua semifinal di Stadion Nasional Singapura, menyusul hasil imbang 1-1 pada leg pertama. Ini sebenarnya pujian semu yang meninabobokan, karena hampir saja timnas gagal ke final jika tendangan penalti Faris Ramli pada menit ke-90+4 gagal ditepis oleh Nadeo Argawinata.
Ninabobo itu kemudian berbalik menjadi kemarahan publik pada PSSI setelah timnas dipermalukan 0-4 oleh Thailand pada leg pertama partai final. Sebuah laman situs PSSI diserang oleh hacker dan gambar wajah Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan diberi tanda silang.
Penampilan timnas sempat memberi harapan pada babak pertama leg kedua, bahkan unggul lebih dulu 1-0. Betul-betul impresif dengan pergerakan yang cepat dan pressing ketat pada setiap pemain Thailand. Namun memasuki babak kedua, Thailand mengubah permainan dan pemain-pemain kita sulit untuk melakukan pressing lagi. Beruntung hingga akhir pertandingan timnas kita bisa menyamakan kedudukan menjadi 2-2. Akan tetapi itu tidak cukup untuk mengantarkan Tim Garuda menjadi juara.
Artinya, dengan prestasi itu, Tae-yong belum layak dipuji tetapi juga tidak harus didepak. Dia sudah membuktikan mampu meracik tim yang sebagian besar anggotanya masih berusia 22 tahun, dengan waktu persiapan yang pendek, menjadi skuad yang menjanjikan. Dia harus diberi kesempatan untuk membentuk Tim Garuda yang lebih kuat guna menghadapi turnamen-turnamen penting di depan, seperti Piala AFF U-23 pada 14-26 Februari 2022, SEA Games 2021 pada Mei 2022, dan Kualifikasi Piala Asia 2023 pada Juni 2022.
Dia perlu membuktikan PSSI tidak keliru memilihnya dengan meninggalkan Luis Milla yang sebelumnya lebih disukai melatih timnas. Sebagaimana diketahui, Tae-yong terpilih setelah menyingkirkan Milla. Setengah tahun lalu, Tae-yong nyaris dipecat akibat sempat mangkir ke negaranya. Kini PSSI kembali memercayainya setelah dia berhasil menerbitkan harapan dengan hasil racikannya atas Tim Garuda senior yang masih belia.
Menjadi “Burung Ababil”
Selain harus memperbaiki kelemahan tim, pekerjaan rumah paling penting baginya adalah bagaimana ke depan timnas bisa mengatasi permainan Thailand. Bagaimana dia bisa mengubah struktur sepakbola Asia Tenggara yang seperti piramida di mana Thailand bertengger di puncak piramida. Sementara Indonesia bersama Vietnam, Singapura, dan Malaysia berada di tengah piramida. Di dasar piramida ada Myanmar, Laos, Kamboja, Brunei, dan Timor Leste.
Berangkat dari meme yang bernada guyon itu, Tae-yong dituntut mampu mengubah penampilan Tim Garuda menjadi seperti burung ababil. Sebenarnya bukan hanya burung ababil yang bisa menghancurkan Raja Abrohah dengan pasukan gajahnya. Alquran mengabadikan kisah itu dengan burung ababil sebagai lawan ampuh yang melumpuhkan pasukan gajah. Bisa saja Tuhan mengirim “senjata” yang lain.
Sebagai tamsil, burung ababil adalah taktik dan pola permainan yang bisa mengatasi Thailand. Apabila Tae-yong bisa menemukan formula ini, maka dia akan dikenang sebagai pelatih yang mampu mengangkat kembali timnas di puncak supremasi Asia Tenggara. Tentu saja bukan hanya taktik dan pola permainan, tetapi yang tidak kalah penting adalah mental timnas kita. Indra Sjafri mampu menaikkan mental tim kita dengan semboyannya yang terkenal: “Semua bisa dikalahkan kecuali Tuhan”.
Tidak ada beda timnas Thailand dengan timnas kita. Postur mereka sama dan mereka juga sama-sama makan nasi. Akan tetapi kenapa pemain-pemain Thailand bisa memiliki skill individu, kerja sama, dan taktik yang lebih unggul dari kita, itulah rahasia yang harus bisa dijawab oleh Tae-yong.
Tahun 2022 adalah testimoni yang menentukan bagi nasib Tae-yong. Kita semua para pendukung timnas yang fanatik, yang tidak pernah bosan menyaksikan penampilan mereka, masih yakin bahwa Dewangga cs mampu berubah menjadi “burung ababil” di tangan pelatih yang tepat.
—
– A. Zaini Bisri, jurnalis senior dan dosen Universitas Pancasakti Tegal.
Discussion about this post