Di Brebes bagian selatan, tepatnya di Desa Cilibur Kecamatan Paguyangan, terdapat situs bersejarah bernama Candi Pangkuan.
Konon, Candi Pangkuan dibangun untuk memangku desa dan sebagai salah satu parameter tegak dan selamatnya daerah di sekitar Candi Pangkuan.
Dikutip dari buku Galuh Purba – Antologi Cerita Rakyat Brebes Selatan (2018), dikisahkan jika pada zaman dahulu kala, ada orang-orang atau wali yang telah moksa/membebaskan diri dari ikatan duniawi dan putaran reinkarnasi.
Mereka adalah orang-orang hebat dari Kerajaan Majapahit, yaitu Raden Brawijaya, Rajawali, dan Kiai Wisnu.
Bersama 40 wali moksa lainnya, tiga orang ini melakukan penggalian tanah di Gunung Tugel guna membangun sebuah candi. Sang Raja Brawijaya menitahkan kepada para wali, “Mulai hari ini kita akan membangun candi untuk menjadi pemangku bagi sebuah desa. Candi yang akan menjadi simbol tegaknya sebuah desa.”
Lalu dimulailah pembangunan candi dengan mengangkut tanah dari Gunung Tugel menggunakan teknologi gaib pada masa lalu. Namun, tiba-tiba tanah-tanah yang dibawa oleh para wali tumpah di sekitar candi dan membentuk gunung yang kini dikenal dengan nama Gunung Ancik.
Para wali moksa kembali mengangkut tanah dari Gunung Tugel. Namun lagi-lagi terjadi kendala, yaitu saat perjalanan membawa tanah ada orang yang melihat mereka atau dalam bahasa Jawa disebut kemenungsan ‘terlihat wujudnya’.
Hal itu membuat tanah yang mereka bawa lepas dan berceceran. Tanah yang berceceran terebut menjadi kubangan yang berisi urang ‘udang’. Tempat jatuhnya tanah itu sekarang disebut Kubangurang.
“Lakukanlah dengan hati-hati dan jangan sampai ada seorang pun yang mengetahui apa yang kita kerjakan!” titah sang Raja Brawijaya kepada para wali. “Apa yang kita bangun bukan sekadar tempat sesembahan, tetapi juga tempat yang menjadi simbol kesuburan, kejayaan, dan kelestarian alam,” ujar Raja Brawijaya.
Untuk melancarkan segala urusan, sang Raja memanggil hujan. Hujan turun sangat lebat dan petir menggelegar hingga tak ada seorang pun yang berani keluar rumah. Petir pun menggelegar menutupi seluruh desa disertai hujan dan angin yang sangat kencang. Hujan dan petir terus mengiringi pembangunan candi hingga selesai.
Para wali moksa memulai lagi ritual pengangkutan tanah dengan menerbangkannya di awan. Kali ini para wali mampu membangun candi di sekitar Karang Candul dan Pekuncen. Candi tersebut dibangun sebagai tempat untuk memangku desa dan tempat beribadah para wali.
Untuk menjadi pemangku desa, para wali memulai dengan menanam berbagai macam tanaman dari pohon klesem, benda, gintung, kemuning, winong, aren, krines, dan sebagainya di sekitar candi. Ada juga para wali moksa yang menanam pohon supa yang konon dipercaya bisa digunakan untuk mengobati kencing manis, kencing batu, dan strok.
Di tempat lain, Rajawali, sebagai salah satu pelopor dari tiga wali moksa, membangun istana yang disebut Istana Rajawali. Istana ini digunakan untuk berkumpulnya empat puluh wali moksa.
Ketika kejayaan mulai tampak dari pembangunan candi tersebut, raja dari Kerajaan Renggong yang bernama Wiraguna. Dibantu adiknya yang bernama Darpaguna, Raja Wiraguna melakukan penyerangan untuk menguasai candi.
Terjadilah pertempuran hebat antara para wali dan pasukan Raja Wiraguna. Belum sempat Raja Brawijaya memanggil pasukan dari Istana Majapahit, pasukan Kerajaan Renggong yang jumlahnya sangat banyak mampu mengalahkan para wali.

Kawasan candi akhirnya menjadi daerah kekuasaan Raja Renggong. Konon, Brawijaya juga wafat di tempat ini. Semasa hidupnya. Raja Brawijaya pernah berwasiat kepada para wali, “Jika kelak aku mati, semayamkanlah tubuhku di tanah ini.”
Tempat yang dibangun oleh para wali itu sekarang disebut sebagai Candi Pangkuan, yaitu candi yang digunakan untuk memangku desa dan sebagai salah satu parameter tegak dan selamatnya dusun-dusun. Konon, jika tidak ada Candi Pangkuan, Gunung Ancik akan longsor dan mengubur dusun-dusun di bawahnya.
Kini candi yang telah dikuasai Kerajaan Renggong itu hanya menyisakan sedikit artefak. Salah satunya adalah batu lingga. Akan tetapi, sayangnya batu tersebut tak dilengkapi dengan yoni. Bagi masyarakat Cilibur, batu tersebut dipercaya dapat menjadi sarana mempermudah rezeki dan mempercepat jodoh bagi siapa saja yang bisa mengangkatnya. (*)
Discussion about this post