SLAWI – Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Brebes, Tegal, Slawi (Bregas) melakukan deklarasi bersama di Pangkah, Kabupaten Tegal, Selasa (5/2). Mereka mendeklarasikan agar dalam Pemilu 2019 berjalan damai dan menolak segala bentuk informasi bohong atau hoax.
Mereka membacakan lima poin deklarasi tentang sikap bersama. Dalam isinya di antaranya mendukung setiap kampanye yang memiliki visi pembangunan yang realistis, dan mampu menyejahterakan masyarakat, menolak segala bentuk hoax yang menimbulkan konflik dan kekacauan bangsa, menolak politik uang, mengekploitasi isu SARA.
Sekretaris 2 FKUB Kabupaten Tegal Maryono kepada wartawan menjelaskan, dalam deklarasi juga diisi dengan diskusi dari masing-masing FKUB. “Dalam rakor dan diskusi, masing-masing menyampaikan kondisi di daerahnya. Namun secara umum kerukunan antar umat beragama berjalan kondusif,” katanya.
Menurut dia, ketiga daerah itu disatukan lantaran memiliki kesamaan latarbelakang budaya dan tradisi. Apalagi, ketiganya juga letak geografisnya berdekatan.
Dia justru melihat, dari pengalamannya yang kurang kondusif di Kabupaten Tegal ada pada kelompok yang diduga radikal. Mereka disinyalir memiliki basis massa yang kuat.
“Sudah lama kelompok keagamaan disinyalir radikal yang biasanya,” tutur dia.
Maksudnya dalam hal ini, kelompok tersebut bukan berdasarkan jumlah massa keagamaan yang paling banyak. Namun yang membedakan adalah cara berfikir.
Sementara itu, Wakil Bupati Tegal Sabilillah Ardie dalam sambutannya mengungkapkan, sebagai insan Pancasila yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, hendaknya selalu bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan. Sehingga kita bisa hadir bertemu, bersilaturahim di tempat ini dalam acara Rakor dan Diskusi Kerukunan Bregas Bersatu.
Ia berharap, dengan diskusi dan rakor tersebut, dapat semakin mempererat kerukunan antar umat beragama. “(Semoga) ruang dialog yang terbangun dalam forum ini lebih bisa menggali, mengasah dan meningkatkan kepekaan akan fenomena dan gejala sosial untuk meningkatkan kesadaran kritis kita dalam mengembangkan sikap toleran. Membangun pola pikir obyektif dan pola kerja produktif guna menghasilkan karya ataupun tindakan nyata,” katanya.
Namun, satu hal yang harus diingat, yang harus kita tanamkan betul dalam sanubari kita sebagai putra bangsa, yaitu kesadaran bahwa negara kita adalah negara yang besar. sudah menjadi kodrat bangsa Indonesia ini dianugerahi beraneka ragam suku, agama, kepercayaan, bahasa, budaya, adat istiadat, tradisi, dan golongan. Ada sekitar 714 suku dan lebih dari 1.100 bahasa daerah.
Selain itu ia mengajak untuk mencermati pesatnya perkembangan teknologi saat ini. Dengan begitu, perlu kecermatan dalam menangkal informasi hoax di era keterbukaan dan pesatnya informasi.
“Kita juga menyadari, kehidupan kita saat ini dihadapkan pada era transformasi digital yang membentuk pola pikir masyarakat modern yang semakin terbuka. Di sisi lain, masyarakat kita juga dihadapkan pada paparan pengaruh negatif interaksi media sosial seperti penebaran ujaran kebencian, penghasutan dan penyebarluasan berita bohong atau hoaks yang marak di jelang Pilpres seperti sekarang ini,” terang Ardie.
Ia mencermati, marak akan informasi hoax yang memecah kesatuan bangsa yang sulit dicegah. Untuk itu, perlu adanya sikap kedewasaan menghargai keberagaman untuk menjaga persatuan bangsa. “Keterbukaan arus informasi di media sosial yang mengancam kesatuan bangsa ini tidak bisa kita bendung. Tidak mudah pula kita cegah selain dengan memunculkan wacana tandingan yang mengedepankan prinsip persatuan dalam keberagaman,” himbaunya.
“Saya titip pesan, terus viralkan nilai-nilai kebaikan, nilai-nilai kesantunan, budaya saling menghargai, sikap saling menghormati adanya perbedaan,” sambungnya.
Menurutnya, perbedaan kultur maupun perbedaan agama agar segala perubahan yang terjadi di era internet of thing 3.0 ini tidak menggerus kehidupan sosial.
Ia pun mengajak untuk mencegah, menangkal segala bentuk paham negatif yang anti-Pancasila. Seperti halnya radikalisme dan terorisme, termasuk kapitalisme yang tumbuh subur di negeri ini. Karena gaya hidup masyarakat yang berubah, tapi tidak didukung gerakan cinta menggunakan produk dalam negeri.
“Ini tantangan kita yang sesungguhnya, bagaimana kita mampu mengajak masyarakat untuk ikut serta berperan aktif membangun moral bangsa, mentalitas bangsa, menjadi filter atau kontrol sosial serta agen perubahan di segala aspek pembangunan. Sungguh, tidak ada hal yang lebih buruk dari bangsa ini daripada warganya yang pesimis. Hindari ujaran kebencian, sikap saling menjelekkan, saling memprovokasi, hindari hasutan-hasutan yang tidak berguna, hindari fitnah karena semua itu hanya akan melemahkan kita, hanya merugikan bangsa kita,” jelasnya.
Bagi dia, akan lebih bijak energi yang dimiliki untuk bersatu sebagai sesama saudara dalam rumah besar NKRI untuk membangun negeri, memajukan bangsa ini sebagai bangsa yang berdaulat, adil dan makmur. (*)
Editor : Muhammad Abduh
Discussion about this post