Karena dia, aku bisa menangis
Karena dia, aku bisa tertawa
Karena dia, aku bisa merana
Karena dia, aku bisa bahagia
(Rhoma Irama, “Sebuah Nama”).
SETELAH mengingatkan Partai Golkar agar berhati-hati dalam memilih figur calon presiden, Presiden Joko Widodo kini berharap atau meramalkan Prabowo Subianto akan memenangi Pilpres 2024. Harapan itu diungkapkan Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara HUT Ke-8 Partai Perindo di Jakarta, 7 November 2022.
“Saya ini dua kali wali kota di Solo menang, kemudian ditarik ke Jakarta, gubernur sekali menang. Kemudian dua kali di pemilu presiden juga menang,” kata Jokowi. “Mohon maaf Pak Prabowo. Kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo,” lanjut Jokowi yang disambut Prabowo dengan isyarat hormat.
Kata-kata Jokowi itu bisa dianggap hanya sekadar basa-basi untuk menyenangkan mitra koalisinya di pemerintahan, yang sebelumnya menjadi kompetitornya di Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Bisa juga ucapan terima kasih tersembunyi Jokowi atas dukungan Prabowo dengan Partai Gerindra-nya di Pilgub DKI Jakarta 2012.
Dapat juga diduga Jokowi sedang menyiapkan opsi lain di antara berbagai opsi capres dari lingkungan The All President’s Men. Nama Prabowo dilontarkan sebagai kartu lain apabila “putra mahkota” Istana, yaitu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, menemui kendala dukungan partai dalam pencapresannya nanti.
Pengamatan itu muncul menyusul pertemuan Ganjar dengan Jokowi di Istana Kepresidenan pada hari yang sama, Senin, 7 November 2022. Pertemuan itu juga diikuti keluarga Bung Karno dan elite PDIP. Guntur Soekarnoputra dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto hadir di Istana.
Endorsement Jokowi kepada Prabowo sejalan dengan hasil survei berbagai lembaga survei yang menempatkan Menteri Pertahanan itu di urutan tiga besar capres favorit bersama Ganjar dan Anies Baswedan. Lepas dari apakah hasil-hasil survei itu benar atau rekayasa, situasi yang paralel ini mengindikasikan konsolidasi penguatan para capres Istana setelah Anies dideklarasikan sebagai capres oleh Partai NasDem.
Duet Prabowo-Puan
Ada juga pengamat yang membaca isyarat Jokowi itu sebagai bentuk keinginan untuk menciptakan tiga pasangan capres-cawapres pada Pilpres 2024. Tiga pasangan akan meredakan polarisasi dukungan pemilih dan mengakhiri pembelahan politik di kalangan masyarakat. Artinya, Jokowi sedang mengarahkan agar capres yang akan berkompetisi nanti tidak lepas dari tiga nama (Prabowo, Ganjar, Anies).
Isyarat Jokowi pada acara HUT Perindo itu juga membuka cakrawala bagi para relawan pendukungnya untuk membaca kecenderungan mendatang. Dengan isyarat itu, mereka kini bisa bersiap-siap untuk mengalihkan dukungan ke Prabowo.
Sudah tentu, yang berbinar-binar adalah kubu Gerindra. Partai yang pertama kali menetapkan ketua umumnya sebagai capres untuk Pilpres 2024 ini, merasa mendapat angin untuk menguatkan keputusannya dan melebarkan koalisinya. Sekjen Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, akan ada satu-dua partai di DPR yang kemungkinan bergabung dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya untuk mengusung capres Prabowo.
Katanya, koalisi Gerindra dan PKB itu masih membutuhkan dukungan partai lain untuk mengurus Indonesia sebagai negara besar. Namun Muzani belum bisa memastikan partai mana saja di DPR yang disebut akan bergabung. Komunikasi sudah dilakukan, akan tetapi kadang terang kadang gelap.
Satu partai yang dimungkinkan bergabung dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya itu adalah PDIP. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengakui, hingga saat ini komunikasi PDIP dengan Gerindra dan PKB masih terus berjalan. Hal ini mengindikasikan kemungkinan Prabowo akan dipasangkan dengan Puan Maharani sebagai cawapresnya.
Cegah Anies Menang
Tafsir lain dari pernyataan Jokowi tersebut adalah adanya upaya terstruktur, sistematis, dan massif untuk mencegah Anies Baswedan memenangi Pilpres 2024. Upaya ini merupakan kelanjutan dari sikap Istana yang berseberangan dengan Anies, sejak cucu pahlawan nasional AR Baswedan itu menjabat gubernur DKI Jakarta setelah mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilgub 2017.
Istana cenderung membiarkan kebijakan Anies sebagai gubernur berjalan sendiri. Meskipun demikian, hanya selama lima tahun menjabat, Anies dinilai berhasil membangun Jakarta sebagai kota dunia yang bermartabat sesuai tagline-nya “Maju Kotanya, Bahagia Warganya”. Alih-alih memberikan apresiasi kepada Jakarta, Jokowi justru hendak membangun Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur.
Seperti bunyi bait lagu di atas, sinyal Jokowi membuat satu pihak tersanjung dan pihak lain tersandung. Pihak yang menangis dan merana itu adalah NasDem. Jangankan hadir dalam HUT Ke-11 NasDem pada 11 November 2022, Jokowi tidak juga memberi ucapan selamat ulang tahun kepada NasDem.
Ketua Umum NasDem Surya Paloh berusaha menyikapi wajar keberpalingan Jokowi dari partainya, yang juga masih menjadi bagian dari koalisi di pemerintahan. Katanya, dukungan Jokowi kepada Prabowo adalah sebuah motivasi. Namun dia masih berharap suatu ketika Jokowi juga memberikan motivasi kepada capresnya, Anies Baswedan.
“Kali ini memberikan motivasi kepada Prabowo, bisa saja besok bukan Prabowo, Airlangga. Mungkin lalu Erick Thohir atau Ganjar Pranowo. Nah, kita tunggu kapan dikasih ke Bung Anies,” kata Paloh pada acara HUT Ke-11 Nasdem di Senayan pada Jumat, 11 November 2022.
Paloh nampak berusaha untuk berbesar hati, namun tidak dapat menyembunyikan kegetirannya atas sikap Jokowi yang dinilainya kurang bijak dan netral. Sebagai seorang presiden, katanya, Jokowi tidak hanya menjadi kepala pemerintahan tetapi juga kepala negara yang merupakan milik semua golongan.
Dia menyinggung saat ini bangsa Indonesia kekurangan negarawan, sementara politikus cukup banyak. “Indonesia hari ini, sebagai pengamatan saya sebagai Ketua Umum Partai NasDem, inflasi politisi tapi defisit negarawan. Itu yang perlu kalian tahu,” kata Paloh.
Persatuan, Bukan Kegaduhan
Selama dua periode kepemimpinan Jokowi, Indonesia memang nyaris tidak pernah berhenti dari satu kegaduhan ke kegaduhan lainnya. Sepertinya ada upaya untuk melestarikan kegaduhan dan perpecahan bangsa. Hal ini terlihat dari masih aktifnya para relawan Jokowi dan para buzzer di media sosial yang tidak lain berperan layaknya preman politik di dunia maya.
Kita mendambakan sosok presiden yang bisa mempersatukan kembali bangsa Indonesia. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Penduduk Indonesia yang besar dan kekayaan alamnya yang melimpah tidak akan menjadi berkah jika satu sama lain saling bermusuhan. Rahmat dari langit tidak akan turun pada bangsa yang bercerai-berai.
Sejatinya, ketahanan nasional kita di ujung tanduk. Jika Jokowi sebagai presiden masih terus melakukan manuver politik pilpres, kita layak khawatir hasil Pilpres 2024 akan makin mencerai-beraikan bangsa ini. Pemilih tidak akan legawa terhadap hasil pilpres. Polarisasi capres Istana dan capres oposisi yang menajam akan melanjutkan pembelahan masyarakat.
Banyak sumber daya pembangunan yang semestinya bisa memajukan Indonesia akan terbuang percuma. Tenaga, energi, dan dana terkuras hanya untuk saling mencerca dan menafikan sesama anak bangsa. Para pahlawan bangsa yang baru saja diperingati dalam Hari Pahlawan Nasional 10 November akan menangis di kuburnya melihat anak-cucunya yang masih hidup tidak lagi memikirkan kedaulatan Republik yang dibangunnya.
Maka, dengan penuh hormat, kita berharap Jokowi mampu menjadi negarawan di akhir periodenya agar husnul khotimah dan meninggalkan warisan negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Gantungkanlah urusan negara besar ini kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memerdekakan dan melindungi bangsa ini dengan rahmat-Nya.
Gantilah narasi-narasi keberpihakan dengan pesan-pesan yang mendamaikan dan mempersatukan. Pesan Jokowi kepada pimpinan parpol untuk saling memuji, bukan saling menjatuhkan, adalah contohnya. Pesan-pesan semacam inilah yang terus kita tunggu dari seorang Jokowi hingga akhir masa jabatannya pada 2024 nanti.
—
A. Zaini Bisri, jurnalis senior dan dosen Universitas Pancasakti Tegal.
Discussion about this post