TEGAL – Ratusan eks-nelayan kapal dengan alat tangkap cantrang di Kota Tegal, Jawa Tengah merugi hingga ratusan juta rupiah. Kerugian ini setelah mereka diminta berlabuh meski belum waktunya.
Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) H Said Aqil mengatakan, nelayan harus menanggung kerugian, akibat hasil tangkapan sedikit tidak seperti biasanya. Beberapa di antaranya terpaksa harus gigit jari karena belum menebar jaring selepas mengangkat jangkar dari pelabuhan.
Said mengatakan, surat perintah Direktur Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) mengenai permintaan untuk kembali ke pelabuhan dinilai terlalu cepat dan tergesa-gesa.
“Kita hanya diberi waktu 10 hari untuk kembali ke darat, setelah surat itu diedarkan. Padahal, banyak nelayan yang baru berangkat melaut dan masih dalam perjalanan menuju titik tangkapan,” ungkap Said, kepada wartawan, Kamis (20/1).
Said menyebut kerugian yang dialami eks-nelayan cantrang berkisar Rp 100-300 juta. Kerugian itu dialami hampir 90 persen nelayan yang putar balik ke pelabuhan sebelum waktunya.
Setidaknya dibutuhkan waktu 60 hari untuk melaut dengan hasil tangkapan sesuai kapasitas. Kerugian juga tak bisa lepas dari risiko melaut akibat cuaca pada saat itu tidak bersahabat.
“Estimasinya memang dua bulan melaut, baru berlabuh. Bisa saja ada kerugian, tapi tidak besar. Namun, untuk kali ini kami terpaksa merugi besar,” pungkasnya.
Plt Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal, Eko Susanto menyebut, negara harus hadir di tengah permasalahan.
Problematika nelayan tidak lepas dari visi misi Presiden Joko Widodo, untuk pemulihan ekonomi. Jika kondisinya seperti ini, Eko memastikan perekonomian macet.
Dimana para ABK dan pelaku usaha perikanan tidak bisa bekerja. Dia berharap, pemerintah bisa lebih bijak melihat situasi pandemi, sosial dan politik.
“Harapannya sesuai dengan visi misi Bapak Presiden, segala perizinan mudah, cepat dan tidak dipersulit. Kalau sekarang ini kan seakan-akan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mempersulit,” pungkasnya. (*)
Editor: Irsyam Faiz
Discussion about this post