TEGAL – Kiki Kurniawan, warga Jalan Asem Tiga Gang 5 No 10A Kelurahan Kraton, Kecamatan Tegal Barat, menilai pihak RS Mitra Keluarga Tegal kurang serius dalam menangani penyakit ibunya Juniati Lawu (72) hingga akhirnya meninggal dunia.
Kiki menuturkan, pihak rumah sakit lebih fokus ke arah kecurigaan COVID-19. Padahal, ia yakin bahwa ibunya jauh dari potensi terpapar COVID-19. Apalagi, ibunya juga tak mengalami gejala klinis ke arah COVID-19.
“Ibu saya awalnya dirujuk ke RS Mitra Keluarga karena ada sakit di perut. Pernah operasi tumor di perut di RS di Semarang tapi itu sudah sebulan lalu,” ungkap Kiki, Senin (31/8/2020).
Kiki mengatakan, ibunya yang sudah berusia lanjut memang menjalani perawatan di rumahnya didampingi suster pribadi. Karena sempat mengeluh sakit perut, akhirnya dilarikan ke rumah sakit terdekat pada Selasa (25/8/2020).
Sesampai di IGD RS Mitra Keluarga, ibunya langsung ditangani oleh dokter jaga. Saat itu pihak medis meminta agar pasien menjalani rapid test. “Namun saya menolak dengan sejumlah alasan, kemudian saya menandatangani penolakan rapid test,” kata Kiki.
Meski sudah menolak, rupanya ibunya tetap menjalani rapid test tanpa sepengetahuannya. Hasil rapid test menunjukan bahwa ibunya reaktif. “Akhirnya ibu saya sempat masuk ruang isolasi. Oleh pihak rumah sakit, ibu saya disebut pasien suspect COVID-19,” kata dia.
Ibunya kemudian dinyatakan meninggal dunia dua hari kemudian atau tepatnya Kamis (27/8/2020) pagi. Sebelum meninggal pihak RS Mitra Keluarga sempat akan merujuk ke RS ST. Elizabeth Semarang.
“Namun di sana menolak dengan alasan ruang isolasi penuh karena RS Mitra Keluarga ternyata juga melampirkan hasil rapid test reaktif,” kata dia.
Setelah meninggal, jenazah sempat diambil swab sebelum dikremasi. Pihak keluarga dan tetangga sekitar rumah juga sempat menjalani uji swab. “Kemudian yang saya sayangkan juga mengapa sudah dinyatakan suspect COVID-19 namun jenazah tidak dikemas sesuai protokol COVID-19. Seperti terbungkus plastik dan lainnya. Kan membahayakan keluarga,” kata dia.
Kiki mengatakan, hasil swab ibunya baru diketahui keluarga pada Senin (31/8/020). “Saya baru tahu kalau hasil swab hari ini keluar. Dan hasil swab negatif COVID-19 seperti dugaan awal saya,” kata dia.
Kiki mengatakan, dirinya mengaku kebingungan dengan prosedur penanganan pihak rumah sakit. Karena lebih fokus ke suspect COVID-19, maka penyakit utamanya terkesan tidak ditangani secara serius.
“Namun jalau memang awalnya suspect, mengapa penanganannya tidak konsisten hingga ke pemulasaran jenazah,” kata dia.
Kiki menyebut, meski sempat dinyatakan suspect COVID-19, ia juga telah mengeluarkan biaya hingga Rp 12 juta lebih yang dibayarkan ke pihak rumah sakit.
“Saya tidak mempersoalkan hidup matinya karena sudah di tangan Tuhan. Yang sangat saya sayangkan, prosedur penanganan pihak rumah sakit yang kurang serius menangani penyakit awal ibu saya,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Gugus Tugas COVID-19 RS Mitra Keluarga Dr. Gilang didampingi Kepala Departemen Keperawatan Dewi mengatakan, pihaknya cukup berhati-hati mengingat pandemi COVID-19 masih berlangsung.
“Semua tindakan medis yang dilakukan tujuannya untuk antisipasi dan jaga-jaga jangan sampai kecolongan. Kita melakukan tindakan kewaspadaan untuk melindungi pasien dan petugas kami terhadap pasien-pasien yang dicurigai ke arah COVID-19,” kata Gilang, saat dikonfirmasi.
Gilang mengatakan, ia mengakui jika rapid test memang bukan untuk mendiagnosa, namun sebagai screening. “Jika hasilnya reaktif kita juga tidak bisa menolak hasil rapid test,” kata dia.
Karena hasil reaktif, maka pasien dinyatakan suspect COVID-19. Apalagi pasien sempat memiliki riwayat perjalanan dari Semarang.
“Meski memang tidak memiliki gejala khas seperti demam dan batuk. Namun kriteria suspect salah satunya memiliki riwayat perjalan dari luar. Apalagi Semarang yang kasusnya cukup tinggi,” kata dia.
Karena sudah dinyatakan suspect, pasien tersebut kemudian dilaporkan ke Satgas Penanganan COVID-19 Kota Tegal. “Kalau sudah suspect, pasti dilakukan penanganan sesuai prosedur protokol COVID-19 sampai hasil swab keluar,” kata dia.
Gilang mengatakan, penanganan terhadap pasien yang mengalami sakit utamanya di perut juga sudah dilakukan. Meski dokter tidak melakukan kontak langsung dengan pasien namun melalui perawat.
“Kita sudah periksa sudah ada penanganan untuk sakit perutnya. Pasien kita terapi sesuai dengan keluhannya,” kata dia
Gilang juga membantah bahwa pihak rumah sakit tidak mengemas jenazah sesuai dengan protokol COVID-19. “Intinya semua sudah sesuai protokol. Termasuk ke jenazah yang sudah dibungkus,” terangnya.
Gilang mengatakan, pasien tersebut awalnya masuk sebagai pasien umum atau bukan pasien peserta BPJS Kesehatan. “Secara normatif memang harus dibiayai negara. Namun kalau masalah klaim pasien ini saya tidak tahu lebih banyak bagaimana prosesnya. Yang jelas saat datang sebagai pasien umum,” pungkasnya. (*)
Editor: Muhammad Abduh
Discussion about this post