BREBES – Lukisan mural yang dibuat di beberapa media, di antaranya kanvas, dinding tembok hingga kertas ternyata memiliki arti filosofi masing-masing.
Mural sepintas terlihat sederhana, tapi yang terlihat dan tersirat pada bentuk-bentuk, garis, lingkaran, cekungan, lengkungan, motif atau ornamen menjadi mural memiliki arti dan pesan khusus.
Seniman mural asal Brebes Gus Bill mengatakan, karya mural matahati yang sering dibuatnya merupakan karya spontanitas.
“Lukisan mural ini memiliki arti kesederhanaan pada proses-proses melakukan karya penciptaannya juga sangat apa adanya, alamiah,” kata Gus Bill, Sabtu, 4 September 2021.
Ia menambahkan, kepolosan warna-warni yang digoreskan membuat harmoni dalam keseimbangan. Kemudian, dimensi pola kekinian dan yang paling utama adalah garis karakter yang kuat serta kedalaman makna simbol – simbol yang tergambar.
“Lukisan mural mata hati sendiri telah dilukis diberbagai media. Baik karya-karya kanvasnya maupun karya-karya mural jalanan,” jelasnya.
Bahkan, karya mural yang dibuat Gus Bill hingga kini masih terpampang pada dinding umum dijalan-jalan ruang publik. Mulai pelosok desa hingga kota-kota besar indonesia yang pernah disinggahinya.
“Awalnya konsep dasar karya matahati (mata, hati, kaki, tangan) itu sejak 1999. Waktu itu, melihat logo sampul kaset slank reformasi tahun 1998 masih dalam sketsa pensil dan pulpen dikertas bekas bungkus makanan lalu dipindah ke HVS lembaran beli eceran dan di-fotocopy,” ungkapnya.
Dalam perkembanganya, secara bertahap tanpa batasan waktu membentuk ciri khas sendiri. Kemudiam disimpan sebagai arsip penemuan ide awalnya. Mural pun mulai dibuat, seiring muncul kegelisahan dan jiwa pemberontakan pada situasi yang stagnan dan membosankan saat itu.
Namun ekonomi tidak mendukung untuk mewujudkan ide konsep tersebut dalam media apapun baik di kanvas maupun ditembok tapi diterapkan pada hvs saja dan dilapis manila warna dan digunting secara tidak sengaja hingga membentuk satu kesatuan unik.

“Waktu bergulir sering lupa dan tertinggalnya simbol kaki dan tangan hingga menyisakan simbol mata hati sampai masyarakat mengerti bahwa mata hati adalah pengejawantahan sebuah jiwa, nurani yang setiap manusia butuh itu,” katanya.
“Dan juga di setiap sisi gelap ataupun terang dalam situasi apapun saja dan itu mutlak sebagai penopang keseimbangan hidup sekaligus guru pembimbing yang menegur nilai – nilai kesadisan, kesombongan dan kepongahan manusia di dunia,” pungkasnya. (*)
—
Editor: Irsyam Faiz
Discussion about this post