TEGAL, Panturapost.com – Menurunnya harga bawang merah di tingkat petani tidak dibarengi dengan anjloknya harga bawang di pasaran. Konsumen di pasaran saat ini masih harus membeli bumbu utama dapur tersebut dengan harga normal.
“Memang ada penurunan harga, tapi Harganya masih normal,” kata Sutrisno, salah seorang pedagang bumbu-bumbuan di Pasar Langon, Kota Tegal, Minggu, 9 April 2017.
Dia mengatakan harga bawang merah sudah turun sejak sepekan terakhir ini. Saat ini harga di pasaran berkisar Rp 25 ribu per kilogram. Dia menilai harga tersebut masih normal dibandingkan dengan harga sebelumnya yang mencapai Rp 30 ribu per kilogram. “Katanya memang harga bawang di petani sedang turun,” kata dia.
Sutrisno biasanya mengambil bawang dari luar daerah seperti Nganjuk, Jawa Timur, lantaran harganya yang rendah. Tetapi beberapa hari ini mendapat pasokan bawang merah dari Brebes. Adapun harga beli di tingkat petani, kata dia, berkisar Rp 13 ribu sampai 15 ribu per kilogram. “Kalau harga bawang dari Brebes lagi turun, kami biasanya memang ambilnya dari sana. Bawang dari daerah lain enggak bisa bersaing,” katanya.
Sebagai informasi, harga bawang merah di tingkat petani di Brebes turun drastis. Semula, harga salah satu bumbu utama dapur tersebut dijual petani sekitar Rp 20-25 ribu per kilogram anjlok menjadi Rp 10-16 ribu per kilogram. Akibat anjloknya harga bawang ini, petani merugi, sebab hasil panen bulan ini tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan.
Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Juwari, menilai harga bawang di tingkat pedagang saat ini terlalu tinggi. Seharusnya, kata dia, jika harga ditingkat pedagang nilainya Rp 25 ribu per kilogram, seharusnya petani bisa menjual hasil panen mereka hingga Rp 20 ribu per kilogram. “Kalau Rp 25 ribu itu terlalu tinggi. Pedagang seharusnya jangan mengambil untung terlalu banyak,” kata dia.
Dia menjelaskan, saat ini Break Even Poin (BEP) atau harga impas bawang merah di petani sebesar Rp 13.500 per kilogram. Dengan harga di tingkat petani yang hanya mencapai Rp 15-16 ribu per kilogram, maka petani hanya akan mendapat keuntungan Rp 2.000 per kilogram. “Itu kan masih sangat kurang,” kata dia.
Sebagai gambaran misalnya, seorang petani memiliki lahan 2.000 meter persegi, dengan produktivitas lahan 10 ton per hektare. Jika kuntungan Rp 2.000 per kilogran, maka petani tersebut hanya akan mendapatkan keuntungan Rp 4 juta.
“Bagi petani yang sudah punya keluarga, penghasilan segitu untuk tiga bulan menurut saya masih sangat kurang,” kata Juwari. (Tempo/Rhn)
Discussion about this post