TEGAL – Nelayan atau anak buah kapal (ABK) memiliki risiko besar saat melaut. Sayangnya, belum semua ABK mendapat perlindungan meski pemilik kapal sudah mendaftarkannya menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (BP JAMSOSTEK).
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal Riswanto mengemukakan, dari 8.000 nelayan yang telah melaut sejak tahun lalu, 300 di antaranya ditolak menjadi peserta BP JAMSOSTEK karena terkendala Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Informasi dari Syahbandar 8.000 nelayan didaftarkan ke BP JAMSOSTEK oleh pemilik kapal. Namun setelah berangkat, ternyata ada sekitar 300 nelayan yang NIK KTP-nya tidak bisa diinput. Akhirnya ditolak menjadi peserta,” kata Riswanto ditemui di Kantor HNSI di kawasan PPP Tegalsari, Selasa (7/7/2020).
Riswanto meminta BP JAMSOSTEK bisa memberikan kebijakan khusus, agar persoalan tersebut tak terulang. Misalnya, kata Riswanto, pihak BP JAMSOSTEK bisa bekerjasama dengan kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk validasi data.
“Jika memang ada kendala NIK ya monggo misal BP JAMSOSTEK dan instansi terkait yang berkoordinasi. Kita HNSI tidak tahu, karena yang tau ya nahkoda yang berhubungan langsung dengan ABK. Sementara nahkoda dan ABK sudah di laut,” kata Riswanto.
Menurut Riswanto, nelayan memiliki risiko tinggi saat melaut termasuk potensi kecelakaan kerja. Jika hal yang tak diinginkan itu terjadi, maka nelayan gagal mendapat santunan kepesertaan.
“Akhirnya ada anggapan seolah pemilik kapal tidak bertanggung jawab. Padahal pemilik kapal sudah berusaha mendaftarkan ke BP JAMSOSTEK,” kata Riswanto.
Persoalan tersebut oleh Riswanto juga sudah disampaikan langsung saat ada kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang juga dihadiri Direktur Kepesertaan BP JAMSOSTEK Ilyas Lubis di PPP Tegalsari, Selasa (7/7/2020).
Menanggapi persoalan tersebut, Direktur Kepesertaan Ilyas Lubis mengatakan, pihaknya akan mendalaminya untuk menemukan sebuah solusi. Meski demikian, ia menegaskan, bahwa NIK memang seharusnya terdaftar di Disdukcapil.
“Ketika NIK itu tidak pas, maka kita minta untuk diperbaiki. Kalau sudah bisa maka bisa mendaftar lagi. Karena di UU kami, NIK adalah nomor tunggal,” kata dia.
Pihaknya mengaku akan menggencarkan sosialisasi perihal tersebut. Agar persoalan itu tidak kembali terjadi di kemudian hari. “Ya ini perlu sosialisasi, dan rekan-rekan kami di kantor daerah agar pro aktif mengatasi persoalan ini. Istilahnya di kami, yang penting ketika sudah terdaftar dan membayar premi, meski baru bayar 1 jam, (perlindungan) langsung berjalan,” pungkas Ilyas. (*)
Editor: Muhammad Abduh
Discussion about this post