Novel ini tentang seorang mahasiswa UGM yang berasal dari sebuah desa terpelosok di Kabupaten Tegal. Karena keterbatasan ekonomi, ia tidak lulus-lulus dari kuliahnya. Ia terpaksa harus kuliah sambil bekerja serabutan untuk menghidupi dirinya sendiri di perantauan. Selain itu ia juga harus membantu adik-adiknya yang masih sekolah. Ayahnya sudah pensiun dari pekerjaannya sebagai staff TU SD dan sudah sakit-sakitan, serta ibunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa.
Di tengah-tengah kesibukannya sebagai mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhirnya, Hasan berkenalan dengan Corinne, mahasiswi Prancis, yang ternyata cucu dari Henri Levinas, teman kuliah Profesor Dani saat di Prancis. Tujuan Corinne studi di Indonesia adalah untuk mengkaji pengaruh pemikiran filsuf-filsuf Prancis terhadap khasanah pemikiran filsafat di Indonesia. Hasan dan Corinne berdiskusi banyak tentang filsafat dan keislaman. Dari mulai filsafat Islam hingga wacana dunia Islam di media.Corinne terpesona dengan pendapat Hasan tentang Islam, yang menurutnya belum pernah didengarnya selama ini.
Hasan menyarankan kepada Corinne untuk berkenalan dengan Zakia. Bersama Zakia, Corinne dapat mempelajari Islam tidak hanya secara teoritis, namun dengan pendekatan etnografi/fenomenologi, yakni dengan bergaul dan bergumul langsung dengan para pemeluknya. Corinne dan Zakia adalah dua perempuan yang sama-sama cantik dan cerdas.Hasan memuji dan mengagumi keduanya.
Di tengah keakraban Hasan dengan Corinne, tiba-tiba ayah Hasan dirawat di Rumah Sakit. Hasan tidak memiliki uang sama sekali untuk biaya pengobatan ayahnya. Namun singkat cerita, Hasan dapat memperoleh uang pinjaman untuk pengobatan ayahnya.Hal mengejutkan terjadi, saat Hasan pulang ke kampung halamannya di Tegal untuk menjenguk ayahnya, tiba-tiba Corinne menyusulnya ke Tegal. Keluarga Hasan, yang merupakan orang desa terpencil, begitu bahagia dan bangga kedatangan Corinne. Corinne lalu tinggal beberapa hari di rumah Hasan.Iabegitu nyaman dengan suasana desa yang damai, tenang, tentram dan Islami, berbeda dengan kehidupan bebas di Prancis. Ia menyampaikan niatnya kepada Hasan untuk masuk Islam.
Novel ini cukup memikat, dengan intens Ikhsan Kurnia berusaha keras memasukan muatan keilmuan akademis, dia bicara tentang ilmu sosial, filsafat, politik dan juga agama Islam yang direpresentasikan lewat tokoh Hasan sebagai mahasiswa ilmu sosial yang memiliki pengetahuan multi-disipliner. Dia berusaha dengan halus untuk memasukkan khasanah bahasa asing (Arab, Inggris, Prancis), saat Hasan berdiskusi “ngalor-ngidul” dengan Corinne. Unsur romance novel ini adalah kisah cinta antara Hasan, Corinne dan Zakia.Namun rupanya kisah cinta mereka tersembunyi di dalam hati, kerena Hasan tidak mau merusak pertemanan mereka dengan muatan cinta.
Novel ini filmis. Unsur dan gimmick sebagai roman cukup layak untuk diangkat ke layar lebar. Cukup inspiratif bagi pembaca maupun penonton filmnya nanti untuk belajar dan berusaha, menanamkan etos seorang pemuda muslim. Tokoh Hasan di sini bukan sosok sempurna, namun ideal menjadi benchmark mahasiswa Islam yang memiliki komitmen dan spirit keislaman sekaligus keilmuan.Apalagi latarnya adalah di kampus dalam negeri, sehingga terasa lebih dekat dan representatif untuk sebagian besar pelajar/mahasiswa Indonesia.Hasan prototype anak lelaki yang mandiri, bertanggung jawab buat dirinya, sekaligus berbakti dan bertanggung jawab kepada orang tuanya.
Discussion about this post