Kenalkan, inilah Desi Larasati, 23 tahun, ibu muda asal Desa Penusupan, Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal berprofesi sebagai sopir dump truk pengangkut tanah. Bahkan, pekerjaan ini sudah dilakoni sejak ia duduk di bangku kelas 2 SMA.
“Saya kalau nyupir itu sudah lama, sejak masih SMA. Jadi sopir dump truk pengangkut tanah uruk dan pasir,” katanya saat ditemui di Slawi, Kamis (4/2/2021).
Menjadi sopir truk memang lazimnya dilakukan oleh laki-laki, namun pekerjaan itu tetap dilakukan oleh Desi. Bahkan, meski sudah berkeluarga, yakni memiliki suami dan satu orang anak, Desi tetap menjalani pekerjaannya itu.
Selama menjadi sopir, ia mengaku kerap digoda lelaki. Namun, wanita berwajah manis dan bermata belo ini, selalu mengabaikan atau menepis dengan cara yang halus. Sehingga para lelaki itu justru menghargainya.
Selain itu, Desi pernah ditodong menggunakan celurit oleh anak-anak punk. Saat itu, Desi tengah berhenti di lampu merah setelah mengantar pasir di wilayah Pantura Kabupaten Tegal. Tanpa disadari, ternyata lehernya sudah ditodong senjata tajam oleh seorang pria berusia belasan tahun. Desi pun terkejut dan langsung menanyakan keinginan mereka.
“Ya takut sih, tapi ternyata cuma mau minta rokok. Setelah saya kasih ya saya langsung disuruh pergi,” ujarnya.
Desi mengaku, setelah lulus sekolah, ia tidak memiliki teman perempuan. Bahkan saat ini mayoritas temannya adalah laki-laki yang juga berprofesi sebagai sopir truk. Meski demikian, teman-temannya tetap baik dan menghargai dirinya sebagai perempuan.
“Mereka juga sudah dewasa. Semuanya baik dengan saya. Selain itu, suami saya juga tidak cemburu, karena suami saya menyadari dengan profesi saya ini,” ungkapnya.

Sebagai seorang perempuan, Desi juga kerap mengalami kendala saat bekerja, terutama saat ban truk miliknya bocor di tengah jalan. Namun ia terpaksa mengganti sendiri ban truk yang bocor tersebut meski mengalami kesulitan.
“Ini pengalaman yang gimana gitu. Jadi kalau ban bocor, saya minta tolong sama teman-teman seprofesi saya yang sedang melintas. Kadang ganti sendiri,” ucapnya.
Desi menceritakan, biasanya dia membeli tanah uruk galian C di wilayah Kecamatan Kedungbanteng dan Pangkah. Sedangkan konsumennya, mulai dari Pemerintah Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Brebes hingga Pemalang.
Dalam sehari, ia mampu mengangkut 2 sampai 3 kali rit atau pulang pergi (PP). Tapi, jika antrean truk di kawasan lokasi tambang padat, ia hanya mampu beroperasi 1 rit.
“Ya terkadang saya juga bawa anak. Soalnya masih kecil, usia 4 tahun. Ya bisa buat teman lah. Jadi nggak pakai kernet. Kalau penghasilan memang tidak banyak. Tapi saya tabung dan alhamdulillah sudah punya 3 truk. 2 sudah lunas dan 1 masih kredit,” jelasnya.
Selain menjadi sopir, Desi juga ternyata menjadi pesindhen. Bahkan, sudah dilakoni sejak masih duduk di bangku SMA. Saat itu, ia mengiringi musik gamelan pagelaran wayang dengan dalang Ki Enthus Susmono. Namun, setelah Ki Enthus Susmono meninggal dunia, ia mendampingi anaknya, yakni Ki Haryo Enthus Susmono.
“Iya saya pedindhen juga. Tapi sekarang jarang manggung karena pandemi,” pungkasnya. (*)
Editor: Irsyam Faiz
Discussion about this post