SEMARANG – Kemiskinan saat ini masih menjadi persoalan di Jawa Tengah. Penyebabnya tidak hanya karena pengangguran, tetapi juga kelompok rentan. Yakni perempuan, anak, penyandang disabilitas, buruh migran dan kelompok minoritas lainnya.
Ketua Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Jawa Tengah, Nawal Nur Arafah menekankan pentingnya perlindungan terhadap kelompok rentan di Jawa Tengah. Hal itu disampaikan dalam rapat koordinasi bersama instansi terkait di Semarang, Rabu (27/2/2019).
Acara rapat koordinasi perlindungan perempuan kelompok rentan Provinsi Jawa Tengah tahun 2019 itu digelar oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah.
Acara melibatkan puluhan LSM pemerhati perempuan, kelompok rentan (lansia, difabel, buruh migran, perempuan pekerja, perguruan tinggi, pusat studi gender, dan lain-lain) di Jawa Tengah. Acara juga juga dihadiri Asisten Deputi Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA RI), Nyimas Aliah.
“Sinergi perlindungan pada kelompok rentan di Jawa Tengah harus terus dilakukan. Selain sebagai pemenuhan hak-hak mereka, perlindungan kelompok rentan juga penting sebagai bagian dari tindakan pengurangan kemiskinan di Jawa Tengah,” kata Nawal yang juga istri Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen .
Menurutnya, selama ini kelompok rentan masih menghadapi masalah mendasar. Yakni belum mendapatkan perlindungan hukum yang menyangkut hak-hak mereka. Juga belum mendapat prioritas dari kebijakan pemerintah yang lebih banyak berorientasi kepada pemenuhan dan perlindungan hak-hak sipil politik dan ekonomi, sosial dan budaya.
Dia membeberkan, menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, selama periode 2013-2017 terdapat 12.234 perempuan korban kekerasan, atau setidaknya ada 6-7 perempuan per hari mengalami kekerasan di Jawa Tengah. Dari 1993-2017 tercatat 20.168 orang dengan HIV/ AIDS dan 37% adalah perempuan.
Ikatan Perempuan Positif HIV/ AIDS Indonesia (IPPI) telah mendampingi 2.243 ibu rumah tangga yang terpapar HIV/ AIDS dari pasangannya. Sedangkan data Pusat Pengembangan dan Latihan Rehabilitasi Para Cacat Bersumberdaya Masyarakat (PPRBM) Solo menyebut tahun 2017 terdapat 59.551 perempuan merupakan penyandang disabilitas.
“Keberadaan kelompok rentan ini menyumbang kemiskinan di Jawa Tengah sehingga perlu penanganan serius untuk menguranginya,” tandasnya.
Pihaknya saat ini telah melakukan berbagai kegiatan kongkret untuk melindungi kelompok rentan di Jawa Tengah. Salah satunya adalah mengembangkan relawan keluarga untuk mengubah perilaku orang tua dalam pengasuhan dan pendidikan anak.
“Relawan itu kami fokuskan pada 5 Kabupaten miskin di Jawa Tengah, yaitu Blora, Rembang, Demak, Grobogan, dan Sragen. Selain itu, juga akan melakukan penyusunan profil perempuan dan kemiskinan di Jawa Tengah sebagai bahan advokasi kebijakan supaya tidak bias,” tambahnya.
Selain pendampingan, Nawal yang mengkoordinasikan Gerakan Organisasi Wanita (GOW) di 35 kabupaten/ kota di Jawa Tengah ini juga melihat perlunya penegakan hukum dari instansi berwenang dengan mengedepankan pelayanan hukum berperspektif ramah kelompok rentan.
“Semua hal itu harus lahir dari proses penelitian, aspirasi, kondisi dan kebutuhan yang ada dan berkembang dalam masyarakat, termasuk pelibatan kelompok rentan dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan,” tandasnya. (Puji)
Discussion about this post