TEGAL, Panturapost.com – Wali Kota Tegal Siti Mashita Soeparno, kembali didemo oleh sejumlah aktivis, Selasa, 21 Februari 2017. Massa menggelar panggung orasi untuk menyampaikan kritik kepada Siti, yang dianggap arogan dalam memimpin Kota Tegal.
Ratusan massa yang berasal dari sejumlah elemen masyarakat baik organisasi massa maupun aktivis mahasiswa, berkumpul di kompleks alun-alun Kota Tegal. Hadir juga dalam kesempatan itu, sejumlah perwakilan pegawai negeri sipil (PNS) yang di-nonjob oleh Siti. Mereka tergabung dalam Komite Penyelamat Kota Tegal (KPKT).
Sejumlah kritik pedas mereka sampaikan kepada wali kota. Salah satunya soal tidak dikembalikannya jabatan para PNS. Siti dinilai membangkang, karena tidak melaksanakan putusan pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang. Putusan itu memerintahan wali kota untuk mengembalikan posisi sembilan PNS yang diturunkan jabatan.
“Gugatan ASN (Aparatur Sipil Negara) terhadap wali kota sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Bahkan upaya PK (Peninjauan kembali) Wali Kota telah ditolak oleh MA (Mahkamah Agung),” kata Khaerul Huda, perwakilan PNS Nonjob, saat berorasi.
Massa juga mempersoalkan pemugaran rumah dinas wali kota yang menelan anggaran sebesar Rp 1,5 miliar pada 2016. Menurut mereka penganggaran itu dinilai sebagai pemborosan. “Apalagi, tahun ini pemerintah kota juga menganggarkan kembali untuk rehab rumah dinas wali kota dengan anggaran sebesar Rp 1,4 miliar,” kata Qomar Raenudin, salah seorang pendemo dari Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI).
Disharmoni antara Siti Mashita dan wakilnya, Nur Soleh, juga mendapat sorotan dalam aksi unjuk rasa itu. Kerenggangan hubungan antara keduanya dinilai dapan mengganggu jalannya pemerintahan. Apalagi, saat Siti Mashita izin cuti untuk umrah beberapa waktu lalu, tampuk kepemimpinan tidak diberikan kepada wakilnya, melainkan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Diyah Kemala Shinta. “Itu kan melanggar undang-undang,” kata dia.
Beberapa tuntutan lainnya juga disampaikan para pengunjuk rasa. Yaitu seperti pembangunan Sport Centre yang diduga bermasaah, mangkirnya Siti Mashita pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Kota Tegal, dan dugaan pemalsuan ijazah dan NPWP palsu saat maju sebagai calon wali kota pada 2013 lalu. “Kasus itu sebenarnya sudah kami laporkan ke Bareskrim pada 2015, tapi di SP3 (surat perintah penghentian penyidikan). Lalu kami ajukan praperadilaan dan menang pada Juni 2016, tapi sampai sekarang belum ada kejelasan. Rencananya 5 Maret kami akan unjuk rasa di Bareskrim,” kata dia.
Massa juga mempersoalkan rencana penutupan Akademi Keperawatan (Akper) yang sebelumnya berada di bawah Pemkot Tegal. “Kalau memang aturannya Pemda tidak bisa mengelola perguruan tinggi, kami siap berada di bawah kementerian kesehatan. Jadi jangan asal ditutup begitu,” kata perwakilan mahasiswa, Imam.
Atas semua tutan itu, massa mendesak Mashita untuk mundur dari jabatannya. Massa mengancam akan menggelar aksi besar-besaran pada 23 Maret 2017, atau saat empat tahun Siti Mashita menjabat sebagai wali kota.
Sementara itu, sejumlah pejabat seperti Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Nur Efendy, saat hendak dimintai konfirmasi soal rencana pemugaran rumah dinas wali kota, tidak merespons. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tegal, Diyah Kemala Shinta, juga nomor teleponnya tidak aktif. Kasubag Humas Pemkot Tegal, Bintang Takarini, juga tidak merespons saat dihubungi melalui nomor teleponnya.
Wali Kota Tegal, Siti Mashita enggan berkomentar lebih jauh soal aksi unjuk rasa tersebut. Siti mempersilakan upaya penyampaian pendapat tapi harus sesuai dengan aturan. Jika tidak berizin, maka bisa dibubarkan. (Rhn)
Discussion about this post