TEGAL – Kisruh di internal Pengurus Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Golkar Kabupaten Tegal terus berlanjut. Sejumah tokoh berlambang pohon beringin ini pun menghendaki agar Ketua DPD Partai Golkar, Agus Solichin mundur dari Jabatannya.
Sekretaris DPD Partai Golkar Kabupaten Tegal, M Khuzaeni, Senin (31/8) meminta seluruh kader tetap menjaga kondusifitas agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pasalnya, segera persoalan yang terjadi dalam kepengurusan DPD Partai Golkar Kabupaten Tegal bisa diselesaikan.
“Saya minta seluruh kader menahan diri agar tetap kondusif. Karena, semuanya bisa diselesaikan dengan baik-baik,” katanya saat berada di ruang Komisi III DPRD Kabupaten Tegal.
Persoalan yang muncul di tubuh Golkar, lanjut Jeni, diduga karena terjadi miskomunikasi di internal partai. Dengan demikian, ia pun meminta para kader yang tergabung dalam Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) untuk secara resmi melakukan komunikasi secara aturan. Hal itu untuk mencegah adanya aksi-aksi yang justru membuat suasana semakin memanas.
“Ini bisa dibicarakan dengan baik-baik. Jangan menambah suasana semakin memperkeruh keadaan. Jadi sekali lagi, ini bisa dibicarakan tanpa harus melakukan aksi,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Tegal, Agus Solichin saat ditemui di gedung DPRD pun enggan memberikan statement terkait kader AMPG yang menginginkan dirinya mundur dari jabatannya. Ia hanya mengatakan, menunggu intruksi dari DPP.
“Nanti yah, kalau nanti sudah saatnya akan diberitahukan,” ucapnya singkat.
Diberitakan sebelumnya, Forum Silaturahmi Alumni AMPG Kabupaten Tegal mendatangi Kantor DPD Partai Golkar, menuntut mundur Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Tegal, Agus Solichin. Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Tegal dinilai telah melanggar AD/ART Partai Golkar.
Pelanggaran tersebut di antaranya komposisi personalia DPD Partai Golkar asal tunjuk tanpa adanya melihat karir politik, potensi, prestasi, senioritas dan kemampuan kecakapan untuk posisi kepengurusan yang akan diisi. Dan selama ini lebih banyak mereka tidak pernah mengikuti rapat-rapat, baik pleno maupun rapat lain. Dampaknya, pengurus yang ada tidak mampu melaksanakan tugas dan kewajiban jabatan karena tidak memiliki kemampuan.
Selain itu, pengelolaan keuangan partai yang tidak transparan oleh bendahara maupun ketua DPD yang dianggap banyak dikelola ketua sendiri. Pelibatan staf kantor DPD pun sama sekali tidak dilakukan sebagaimana kepengurusan sebelumnya dalam membantu mencatat, menginventaris dan melaksanakan kegiatan keuangan. (*)
Editor: Muhammad Abduh
Discussion about this post