BREBES – Bukit Sege Indah (BSI) yang ada di Desa Adisana, Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes resmi dibuka untuk umum pada Minggu (31/3/19). Namun siapa sangka, agrowisata kebun durian seluas 19 hektare itu, dulunya merupakan lahan kritis yang tidak produktif.
Sejatinya, BSI telah mulai ditanami pada 2012. Sekitar 900 bibit pohon durian berjenis montong didatangkan. Seiring berjalannya waktu, total jumlah pohon durian yang masih bertahan sejumlah 676 pohon.
“Tahun ini sudah mulai panen. Sebetulnya sudah dari dua bulan yang lalu, tapi belum habis-habis,” tutur Komarudin.
Direktur Sinkronasi Urusan Pemerintah Daerah (SUPD) Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Nyoto Suwignyo menerangkan, terdapat 14 juta lebih lahan kritis di Indonesia. Di Kabupaten Brebes sendiri ada 140 hektar.
“Untuk penanganan lahan kritis, sebetulnya sudah dilakukan secara sektoral hanya kementrian kehutanan, tapi tidak berjalan dengan baik. Ternyata kurang pelibatan pemberdayaan masyarakat sekitar,” jelas Nyoto saat menghadiri grand opening Bukit Sege Indah (BSI) di Desa Adisana, Kecamatan Bumiayu (31/3/19).
Tepatnya di tahun 2012, Kemendagri melalui SUPD mulai melakukan penanganan terhadapat lahan kritis tersebut. “Untuk pilot projectnya kita ada di 48 kabupaten yakni penanganan lahan kritis berbasis masyarakat. Semua terlibat, baik kementrian maupun pemerintah daerah,” ujar Nyoto.
Bupati melalui Plt Sekda Brebes Djoko Gunawan menyampaikan, dari 140 hektar lahan kritis yang ada di Kabupaten Brebes, sudah dilakukan penanganan. Salah satunya di Desa Adisana, Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes.
“Tidak hanya di Adisana saja. Tapi ada juga di Kamal, Tembongraja, Ciputih dengan potensi masing-masing. Ada yang ditanami durian, mangga dan buah lainnya sesuai kecocokan dengan tanahnya,” jelas Djoko.
Pemkab sendiri menurut Djoko, sudah lama berupaya mendapatkan kegiatan dari Kememdagri berupa penanganan lahan kritis berbasis masyarakat.
“Kita berharap dari yang ada ini untuk bisa dirawat dan dikembangkan yang akhirnya bisa menjadi agrowisata seperti sekarang ini dengan tidak merusak lingkungan. Sehingga otomatis peran serta masyatakat dibutuhkan. Karena hasilnya bisa meningkatkan perekonomian desa,” beber Djoko.
Agrowisata BSI Adisana juga digelar pasar tradisional yang berlangsung setiap hari Minggu. Di pasar ini, terdapat berbagai macam makanan tradisional khas daerah tersebut. Di antaranya, nasi jagung, krawu, tiwul, ingkrik dan aneka cimplung.
Cara pembayarannya terbilang unik. Sebab, pengunjung harus menukarkan terlebih dahulu uang mereka dengan alat tukar yang terbuat dari acrilyc berukuran 5 cm yang didisain sedemikian rupa dengan nominal yang berbeda sesuai warnanya. (*)
Editor : Muhammad Abduh
Discussion about this post