BREBES – Masa pendudukan Belanda di Indonesia cukup lama dan membuat penderitaan yang berkepanjangan bagi penduduk pribumi. Banyak tempat bersejarah yang menjadi saksi bisu keganasan tentara Belanda. Salah satunya yakni Makam Pahlawan Pagerayu di Blok Pahlawan, Desa Jatirokeh, Kecamatan Songgom, Kabupaten Brebes.
Sebuah makam dengan nisan tanpa nama ini merupakan saksi bisu keganasan Belanda saat Agresi Militer Belanda II di tahun 1948. Dimana saat itu, Belanda mengingkari perjanjian Linggarjati. Di makam ini, terdapat 37 pahlawan yang tergabung dalam kelompok Hisbullah.
Sejarawan Brebes, Wijanarto menuturkan, ada beberapa saksi bisu yang berkaitan dengan revolusi fisik tahun 1945-1949. Juga menjadi salah satu saksi adanya the killing field pembantain yang dilakukan oleh pasukan Belanda NICA saat mereka melakukan penggempuran terhadap laskar Hisbullah di Brebes, pada Juni 1948.
“Ini berkaitan dengan perjanjian Renville 17 Januari 1948. Salah satu isinya yakni beberapa wilayah yang semula dikuasai oleh RI, harus pindah tangan ke Belanda. Sebagai dampaknya, banyak aparatur dan pendukung republik ini harus hijrah ke wilayah RI. Termasuk di dalamnya adalah badan kelaskaran Hisbullah,” jelasnya, Sabtu 10 November 2018.
Pada Perjanjian Renville, wilayah RI berada di DIY, bagian selatan Jawa Tengah dan sebagian kecil Jawa Timur. Mereka berpindah ke wilayah yang ditetapkan menjadi daerah RI yakni di Banjarnegara. Hal ini membuat mereka jauh dengan keluarga. Laskar Hisbullah ini lama bergerilya dan ingin menengok sanak saudaranya di kota. Setelah menempuh perjalanan jauh, mereka letih dan beristirahat di rumah warga di Desa Jatirokeh.
“Saat mereka istirahat bermalam di rumah warga, ada Nevis (Intel Belanda) yang mengetahuinya. Hingga akhirnya rumah persinggahan tersebut diberondong peluru oleh Belanda dari sebelum subuh hingga fajar,” papar Wijan.
Saat pembantaian itu, Belanda tak puas dengan aksi bombardir senjata. Beberapa rumah yang menjadi tempat peristirahatanpun dibakar. “Setelah sampai fajar tidak ada perlawanan, mereka memeriksa kondisi laskar hisbullah ini tadi. Beberapa tempat yang menjadi persinggahan dibakar. Setelah itu Belanda menyisir ke Pasar Jatirokeh,” ungkap Wijan.
Wijan melanjutkan, dari 37 pahlawan tanpa nama yang dimakamkan di tempat itu, terdapat salah satu korban yang dikenali yakni Kapten Ismail. “Dari tutur warga yang menceritakan adanya pembantaian itu, sampailah di telinga keluarga Kapten Ismail. Hingga akhirnya pihak keluarga memindahkan makamnya ke Tegal. Kapten Ismail teridentifikasi dari cincin pernikahan yang masih dikenakan di jarinya” tutur Wijan.

Salah satu warga yang rumahnya berada tepat di depan makam Pagerayu Jatirokeh, Ma’ani (50) mendapat cerita tutur soal peristiwa pilu itu dari neneknya. Dia mengatakan, kala itu ada banyak tentara Belanda yang menembaki blok pahlawan itu. “Nenek saya bernama Kalimah, yang punya tanah untuk makam ini, dulu waktu masih hidup cerita sama saya, kalau di sini ada pembantaian dan jenazahnya dikubur di depan rumah saya ini,” jelasnya.
Ma’ani kembali menceritakan, saking banyaknya Laskar Hisbullah yang meninggal, akhirnya satu liang lahat diisi beberapa jenazah. “Satu lubang untuk dua sampai tiga orang,” katanya.
Saat ini, makam tanpa nama itu diserahkan kepemilikannya kepada pihak Pemerintahan Desa Jatirokeh. Makam Pahlawan Pagerayu juga dijadikan cagar budaya. Setiap tanggal 17 Agustus, pemerintah selalu membersihkan dan melangsungkan upacara bendera di tempat itu. (Panturapost.id)
Reporter: Yunar Rahmawan
Editor: Muhammad Irsyam Faiz
Discussion about this post