Anak-anak generasi 90-an dan 2000-an awal mungkin sudah tidak asing lagi ketika mendengar kata ‘cublak-cublak suweng’. Cublak-cublak suweng merupakan jenis permainan tradisional yang dulu sering dimainkan oleh anak-anak yang lahir pada tahun-tahun tersebut.
Dalam bermain permainan tradisional ini, para pemainnya akan bernyanyi tembang cublak-cublak suweng untuk mengiringi permainan.
Lirik lagunya seperti di bawah ini:
“Cublak cublak suweng, suwenge ting gelenter, mambu ketundung gudel, Pak empo lera-lere, sapa ngguyu ndelekake, sir-sir pong dele kopong, sir-sir pong dele kopong.”
Sejarah Cublak-cublak Suweng
Dikutip dari artikel berjudul Nilai Moral dalam Lirik Dolanan Cublak-Cublak Suweng yang ditulis oleh Freddy Widya Ariesta (dalam Jurnal Ilmu Budaya, 2019), sejarah lagu dan permainan ini berasal dari Walisongo, tokoh penyebar agama Islam di Pulau Jawa.
Lagu/permainan Cublak-cublak Suweng ini dulu digunakan sebagai media dakwah dalam menyebarkan Agama Islam di Nusantara. Oleh karena itu, Cublak-cublak suweng memiliki makna filosofi yang mendalam.
Cara Bermain Cublak-cublak Suweng
Cara bermain cublak-cublak suweng cukup sederhana, yaitu sebagai berikut:
- Para pemain yang biasanya terdiri dari 3-5 orang anak atau lebih melakukan hompimpa atau gambreng terlebih dahulu. Setelah itu, yang kalah harus menjadi Pak Empo, yaitu orang yang berbaring atau telungkup di tengah anak-anak lain yang duduk melingkari yang
- Semua pemain membuka telapak tangan menghadap ke atas dan diletakkan di punggung Pak Empo. Salah satu anak harus memegang kerikil dan memindah-mindahkannya dari telapak tangan satu ke telapak tangan yang lain sambil menyanyikan lagu cublak-cublak suweng bersama dengan semua pemain.
- Saat sampai pada kalimat sapa ngguyu ndelekake, salah satu anak harus menyerahkan biji atau kerikil ke tangan seorang anak yang lain untuk disembunyikan dalam genggaman tangan.
- Di akhir lagu, semua pemain menggenggamkan kedua tangan masing-masing untuk pura-pura menyembunyikan kerikil, sambil menggerak-gerakkan tangan.
- Setelah lagu selesai dinyanyikan dan semua pemain sudah menggenggamkan tangan, yang dadi Pak Empo bangun untuk menebak di tangan siapa kerikil disembunyikan. Bila tebakannya benar, anak yang menggenggam kerikil harus bergantian menjadi Pak Empo. Bila salah, Pak Empo kembali ke posisi semula dan permainan diulang lagi.
Makna yang Terkandung dalam Lagu Cublak-cublak Suweng
Karena merupakan media dakwah Walisongo, lirik lagu cublak-cublak suweng mengandung makna yang begitu dalam. Masih dari artikel Freddy Widya Ariesta, berdasarkan makna, cublak suweng artinya tempat suweng atau dalam bahasa Indonesia berarti ‘anting’, yaitu perhiasan perempuan.
Dengan kata lain, cublak-cublak suweng berarti tempat harta berharga atau ‘harta sejati’. Kata suweng atau yang dalam hal ini bermakna suwung, sepi, sejati atau harta abadi/sejati sangat ditekankan pada lagu ini. Kemudian ada kata gelenter yang berarti berserakan. Lalu ada kata gudel, yaitu istilah yang digunakan oleh orang Jawa untuk menggambarkan orang bodoh.
Cublak-cublak suweng, suwenge ting gelenter bermakna sesungguhnya harta yang sejati itu adalah kebahagiaan sejati dan semuanya sudah ada atau ‘berserekan’ di sekitar kita. Sedangkan lirik, mambu ketundung gudel bermakna banyak orang yang berusaha mencari harta sejati itu tetapi dengan penuh kebodohan, yaitu mencarinya dengan penuh nafsu ego dan keserakahan.
Orang bodoh tersebut seperti orang tua ompong yang sedang kebingungan (Pak empo lera-lere). Meskipun berlimpah harta, tetapi bukan harta atau kebahagiaan abadi. Mereka kebingungan dan selalu gelisah karena dikuasai oleh keserakahannya sendiri.
Sopo ngguyu Ndhelikake diartikan siapa tertawa dia yang menyembunyikan. Mengandung pesan bahwa siapa yang bijaksana, merekalah yang menemukan kebahagiaan abadi yang hakiki. Mereka adalah orang orang yang tersenyum dalam menjalani setiap cerita hidup, walaupun berada di tengah-tengah dunia yang penuh keserakahan.
Sir (hati nurani/suara hati) pong dele kopong (kedelai kosong tanpa isi). Maksudnya hati nurani yang kosong. Untuk sampai kepada kebahagiaan abadi harus menghindari kecintaan kepada kekayaan duniawi, harus rendah hati dan tidak meremehkan orang lain, serta selalu melatih kepekaan Sir/hati nuraninya.
Secara keseluruhan, tembang cublak-cublak suweng mengajarkan kepada kita bahwa untuk sampai kepada tempat harta atau kebahagiaan sejati, janganlah menuruti hawa nafsu. Kita harus melepaskan diri dari ikatan atau kecintaan pada sifat keduniawian dan ‘mengosongkan diri’ dengan selalu bersikap rendah hati atau tidak merendahkan sesama.
Dengan begitu, kita akan lebih mudah mendapat kebahagiaan yang hakiki yaitu nanti di akhirat. (*)
Discussion about this post