Menko Polhukam Mahfud MD Persilakan Kudeta? – Panturapost.com
Senin, Mei 16, 2022
Panturapost.com
No Result
View All Result
Panturapost.com
No Result
View All Result
Panturapost.com
No Result
View All Result
Home Catatan Pekan Ini

Menko Polhukam Mahfud MD Persilakan Kudeta?

A Zaini Bisri by A Zaini Bisri
30 April 2022
4 min read
0
Piala Thomas-Uber: Emas yang Lama Diuber
781
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
ADVERTISEMENT

ISU seperti yang tersirat dalam judul di atas perlu saya bahas kali ini. Bukan saja karena sudah viral di media sosial dalam pekan ini, tetapi juga isu ini begitu seksi, meskipun mungkin tidak terlalu sensitif lagi. Kata “kudeta” sudah lama hilang atau bahkan tidak dikenal dalam tradisi pemerintahan di negeri ini, karena pergantian kekuasaan selalu berlangsung secara konstitusional.

Presiden Soekarno diberhentikan sebagai presiden pertama, karena Pidato Nawaksara (Pidato Sembilan Pasal) di MPRS pada 22 Juni 1966 dan Pidato Pelengkap Nawaksara pada 5 Juli 1966 di hadapan Sidang Umum IV MPRS ditolak. Ketua MPRS A.H. Nasution mengambil keputusan demikian karena pidato tersebut dinilai tidak bisa memberi pertanggungjawaban secara politis terhadap kehidupan bangsa Indonesia saat itu. Khususnya terkait kebijakan Presiden tentang pemberontakan G-30-S/PKI, kemunduran ekonomi, dan kemerosotan akhlak.

Presiden kedua, Soeharto, mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 karena tuntutan reformasi yang disuarakan oleh mahasiswa dan elemen masyarakat dalam perlawanannya terhadap rezim Orde Baru. Selain itu, Soeharto dianggap terlalu lama menjabat presiden, yakni 30 tahun lebih.

ADVERTISEMENT

Presiden keempat, Abdurrahman Wahid, diberhentikan oleh MPR pada 23 Juli 2001 karena banyaknya masalah yang terjadi selama masa kepemimpinannya dan berbagai kebijakan yang kontroversial. Kebijakan kontroversial itu adalah penghapusan Ketetapan MPR tentang Partai Komunis Indonesia (PKI), melepas jabatan Jusuf Kalla dan Laksamana Sukardi atas tuduhan kasus korupsi padahal tidak ada bukti yang kuat, dan mengeluarkan Dekrit Presiden 23 Juli 2001 tentang pembubaran parlemen. Selain itu, Gus Dur dinilai melanggar Tap MPR No. III/MPR/2000 karena memberhentikan Kapolri tanpa persetujuan DPR.

Baca Juga

Piala Thomas-Uber: Emas yang Lama Diuber

Bilqis Prasista, Penerus Susi Susanti yang Juga Menginspirasi Puan Maharani

14 Mei 2022
Piala Thomas-Uber: Emas yang Lama Diuber

Jangan Ada Lagi Profesor yang Rasis dan Islamofobis

7 Mei 2022

Situasi Negara Mengerikan

Dalam sebuah video yang viral, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, situasi negara saat ini mengerikan. Masyarakat terbelah dan satu sama lain saling menjatuhkan serta korupsi tidak terkendali.

”Ini korupsinya kan tidak terkendali, dan mau menyalahkan gimana wong di setiap sektor begitu. Pengadilannya begitu, parlemennya begitu, di birokasi pemerintahannya begitu, pengusahanya juga begitu. Semua bekerja dengan cara-cara itu,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Karenanya, Mahfud berpendapat, agar Indonesia bisa maju maka pada 2024 nanti negara membutuhkan pemimpin yang dapat menyatukan, menjaga keseimbangan, dan mempererat. Dia kemudian mengusulkan perlunya sebuah terobosan. Di negara-negara Amerika Latin, jika negara dalam situasi yang bermasalah, biasanya akan muncul kudeta. Mahfud membenarkan juga keadaan serupa di Asia Tenggara, seperti di Thailand dan Myanmar.

Dia juga menyitir teori klasik 2.500 tahun yang lalu dari Plato. “Kalau demokrasi sudah menjadi anarkis, maka harus muncul apa yang disebut strong leader, pemimpin yang kuat. Pokoknya babat saja dulu daripada negara yang hancur,” ujarnya.

Dalam tayangan video itu, Mahfud MD terlihat diwawancarai tiga orang. Judul acara yang muncul “Mahfud Bicara Islamofobia hingga Trauma Politik”. Terlihat simbol 20D detikcom dan juga tulisan “Total Politik”, tapi belum jelas kapan wawancara ini direkam. Media-media online mulai memperbincangkan dialog ini pada Senin, 25 April 2022.

Dari pesan yang dikandung kemudian muncul aneka penafsiran. Rocky Gerung, misalnya, menilai Mahfud MD tidak konsisten. Kalau konsisten, kenapa dia mau di tempat yang busuk itu. Maksudnya, masih mau berada dalam pemerintahan yang bermasalah. Rocky juga menilai Presiden Joko Widodo dan para menterinya sudah tidak mampu mengatasi situasi negara.

ADVERTISEMENT

Ada juga yang menafsirkan bahwa Mahfud mengajak TNI untuk melakukan kudeta. Namun spekulasi ini sudah disangkal oleh Mahfud. “Saya juga tidak pernah bilang TNI akan kudeta. Yang saya bilang, di Amerika Latin jika negara tidak bisa mengatasi perpecahan dan korupsi merajalela, maka militernya kudeta dengan dalih menyelamatkan negara,” tukasnya.

Berbagai Alternatif  Perubahan

Tampaknya apa yang ingin disampaikan Mahfud MD adalah perlunya perubahan politik untuk mengatasi stagnasi negara dan demoralisasi bangsa saat ini. Perubahan ini bisa mengambil dua opsi, yaitu menggantikan presiden melalui kudeta atau menunggu pemimpin yang kuat lewat Pilpres 2024. Kedua opsi ini mendasarkan pada penilaian bahwa pemerintahan Jokowi sudah tidak mampu mengatasi berbagai permasalahan bangsa.

Mahfud menyinggung kudeta jika masyarakat berpendapat sama dengan dia, yaitu situasi negara sudah mengerikan. Pesan ini sebenarnya sudah ditangkap oleh publik melalui ungkapan “negara sedang tidak baik-baik saja”. Hanya saja, sejauh ini masyarakat baru menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi di dalam tubuh pemerintahan Jokowi. Hal ini karena banyak informasi yang ditutup-tutupi, bahkan disinformasi, dan pers cenderung menyembunyikan fakta yang sebenarnya.

Apa yang diungkap Mahfud langsung membuka tabir itu dari dalam. Intinya, dia ingin menegaskan bahwa negara sedang menghadapi krisis polarisasi politik dan penegakan hukum yang parah. Tiga pilar demokrasi yang diandalkan, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidak mampu mengatasinya. Pers sebagai pilar keempat demokrasi juga tidak mampu mengungkap pembusukan di ketiga pilar itu.

Kalau harus menunggu Pemilu 2024, negara mungkin sudah akan hancur dari dalam. Perpecahan atau ketegangan di antara anak bangsa bisa meningkat oleh kesulitan ekonomi yang berlanjut pada 2023 nanti, setelah dua tahun dihantam pandemi Covid-19. Bukankah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah menyatakan prediksinya bahwa APBN 2023 akan terkena krisis atau tekanan ekonomi global? Sementara beban utang luar negeri dan bunganya makin berat. Efeknya, pemerintah menaikkan harga BBM serta berbagai tarif pajak dan retribusi.

Untuk menghentikan ancaman itu, maka kudeta adalah opsinya. Pertanyaannya, apakah kita sudah harus memulai tradisi baru tersebut? Jangan lupa, ongkos politik kudeta terlalu mahal dan kudeta biasanya akan dibalas dengan kudeta lagi. Sementara itu, menunggu Pemilu 2024 juga akan memperbesar persoalan dan beban rakyat.

Jalan tengahnya adalah mendorong MPR untuk menggunakan tugas dan wewenangnya. Namun MPR setelah era reformasi bukan lagi lembaga tertinggi negara dan tidak lagi pemegang penuh kedaulatan rakyat. Rakyatlah sebagai pemegang kedaulatannya. Proses pemakzulan (impeachment) presiden sekarang rumit harus melalui DPR, MK, dan MPR. Lebih rumit daripada di Amerika Serikat, dari DPR langsung ke Senat. Atau di Korea Selatan dan Thailand di mana MK setempat bisa langsung menjatuhkan sanksi pemberhentian presiden.

Maka, alternatifnya adalah people power. Masalahnya, people power sulit muncul di tengah polarisasi masyarakat, kecuali ada momentum yang mendukung. Misalnya, pembelotan di internal kabinet atau meningkatnya kekuatan oposisi di parlemen.

Alternatif lain, Jokowi mundur dalam jabatannya sebagai presiden. Alternatif ini pun sudah diabaikan setelah adanya wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Meskipun mungkin wacana ini bukan keinginan pribadi Jokowi melainkan tekanan oligarki, tetap saja sulit mengharapkan Jokowi akan mundur.

—

A. Zaini Bisri, jurnalis senior dan dosen Universitas Pancasakti Tegal.

Tags: Catatan Pekan IniKudetaLuhut Binsar PandjaitanMahfud MD
ShareTweetSendShareShare
ADVERTISEMENT

Related Posts

Piala Thomas-Uber: Emas yang Lama Diuber
Catatan Pekan Ini

Bilqis Prasista, Penerus Susi Susanti yang Juga Menginspirasi Puan Maharani

14 Mei 2022
Piala Thomas-Uber: Emas yang Lama Diuber
Catatan Pekan Ini

Jangan Ada Lagi Profesor yang Rasis dan Islamofobis

7 Mei 2022
Piala Thomas-Uber: Emas yang Lama Diuber
Catatan Pekan Ini

Benarkah Kota Tegal Tidak Lagi Agamis?

23 April 2022
Piala Thomas-Uber: Emas yang Lama Diuber
Catatan Pekan Ini

Tertipu Ade Armando

16 April 2022

Discussion about this post

TERPOPULER

  • Kisah Pemudik Asal Brebes Naik Travel Gelap, Lalu Dirampok dan Dibuang di Cirebon

  • Baru Dibangun, Gedung Museum Manusia Purbakala Brebes Ambruk di Bagian Depan

  • Pengakuan Penumpang Mobil yang Tersesat di Brebes, Saripah: Mobil Tabrak Cahaya dan Terbang

  • Ana Trek Nyruduk Umah Loro Nang Jalur Pantura Tegal, Dinyana Supiré Ngantuk

  • Cerita Nia Daniati, Ibu di Tegal Lahirkan Anak Kembar 3 Laki-laki

  • Pecah Ban, Mobilio Terbalik di Tol Pejagan – Pemalang KM 265

  • Nipu Bekas Bojo Siriné Ngantikan 3 Miliar, Wong Brebes Kiyé Divonis 3 Taun 6 Wulan Penjara

MEDIA SOSIAL

  • 139.9k Fans
  • 169 Followers
  • 30.1k Followers
  • 53.2k Subscribers
ADVERTISEMENT
PanturaPost.com

2020 © PT Pantura Siber Media

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Info Iklan
  • Verifikasi Dewan Pers
  • Karir

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Daerah
    • Brebes
    • Kota Tegal
    • Tegal
    • Pemalang
    • Kajen
    • Pekalongan
    • Batang
  • Kolom
    • Catatan Pekan Ini
    • Opini
    • Moci
    • Kolom Kolam
    • Sejarah
  • Jateng
  • Wisata
  • Olahraga
  • Video
  • Warta Ngapak
  • Kuliner
    • Resep
  • Infografik
  • Inspire Slawi
  • Advertorial
  • Kamus

2020 © PT Pantura Siber Media

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In