TEGAL – Hingga saat ini proses evakuasi bencana gempa Lombok belum berakhir. Relawan terus berusaha membantu warga Lombok untuk meringankan bebannya.
“Sebagai seorang relawan, kami siap untuk mati demi misi kemanusiaan, tapi yang terpenting adalah keselamatan. Tapi jika yang di atas sudah berkehendak kita hanya bisa pasrah,” ungkap David (49), sukarelawan asal Kedungbanteng, Kabupaten Tegal.
David merupakan relawan asal Tegal di bidang evakuasi dan pembuatan hunian sementara di Posko induk MDMC Dusun Lading Lading, kecamatan Tanjung, Lombok. Lima posko pengungsian di Kecamatan Tanjung menjadi area kerja David.
” Posko induk ini mencakup 5 kecamatan, dengan jarak waktu posko satu ke posko dua memakan waktu dua jam. Sedangkan ke posko tiga akan memakan waktu lima jam. Karena jarak yang tidak dekat, kami kesulitan berkomunikasi secara langsung. Makanya hanya bisa berkomunikasi lewat sosial media,” ungkap David.
David menambahkan keadaan Lombok saat ini cukup memperihatinkan. Karena, area listrik mati total kecuali hanya untuk yang punya genset. Hampir setiap malam ada getaran, dalam satu malam bisa merasakan hampir tiga puluh kali getaran.
“Banyak warga yang panik walaupun mereka sudah ada di dalam lindungan SAR atau di tenda pengungsian. Karena, menurut prediksi dimana ada goncangan kecil di situ akan ada goncangan besar,” ungkapnya.
Ia berencana untuk kembali lagi ke Lombok setelah masa rehab. Menunggu instruksi apakah akan diperpanjang masa tanggapnya atau transisi pemulihan. Surat tugas dari Basarnas hanya dari tanggal 11-25 agustus 2018.
Pengiriman tim relawan untuk misi kemanusiaan tidak bisa asal pilih. David menuturkan, ada beberapa persiapan dan kemampuan khusus. “Persiapan diri dibekali dari SAR kokam ditangani LPP mempunyai kemampuan yg berbeda beda, yang pertama dikirim ke sana adalah tim evakuasi dan pembersihan jalan, disertai pembikinan huntara. Makanya dari kita mempunyai skill yang sudah sesuai bidangnya,” ungkap dia.
Menurut David, hal yang paling dirindukannya selama masa rehab adalah solidaritas warga yg saling bahu membahu, tolong menolong demi keamanan. “Setiap malam mereka saling jaga karena setiap malam banyak terjadi penjarahan karena banyak rumah Yang ditinggalkan,”ujarnya.
Pria yang sejak tahun 2016 ini menjadi relawan bencana, berharap warga Lombok agar diberi ketabahan dan kekuatan dalam menjalani masa masa yang menggharukan. Diprediksi goncangan akan berlangsung selama kurang lebih 4 bulan ke depan. Sedangkan harapan untuk para sukarelawan agar selalu menjaga kesehatan, kewaspadaan, persaudaraan dan menjalin hubungan baik dengan warga Lombok.
Sepanjang perjalanannya menjadi relawan, David menuturkan, beberapa bencana yang paling sulit penanganannya yaitu bencana gempa bumi. Selain penanganan psikis evakuasi puing bangunan dan korban tertimpa bangunan, membutuhkan kemampuan khusus dan tenaga yang tak sedikit.
Bencana yang sulit penanganan kedua yaitu tanah longsor. Karena, material longsor berupa lumpur yang sifatnya lunak. “Ada penanganan sendiri kalo lumpur, misalkan kita di atas mau mengevakuasi yang di bawah kita harus tengkurep jalan ke bawahnya. Gak bisa jalan sambil berdiri karena kalo jalan berdiri kita bisa masuk ke dalam lumpur dan fatal,” ungkapnya.
Bencana banjir menurut David dianggap ringan. Hanya menunggu surut saja setelah itu kita bisa bersihkan. “Yang sulit kalo banjir itu, warga tidak mau diungsikan karena tidak mau meninggalkan rumahnya dengan alasan menjaga rumah. Padahal rumah mereka sudah terendam banjir sampai atap misalnya. Lalu apa yang harus dijaga kalo rumah sudah terendam,” ujarnya. (*)
Editor : Muhammad Abduh
Discussion about this post