MENELISIK area taman depan Stasiun di Jalan Pancasila, Kota Tegal. Hampir setiap pergantian walikota selalu diulik. Sejak Walikota M. Zakir hingga Walikota Adi Winarso, taman ini berubah nama menjadi Taman Poci. Penamaan yang baru itu lantaran di sebelah timur dibuat kolam yang di tengah-tengahnya bertengger sebuah patung poci cukup besar.
Di Taman Poci yang baru direnovasi disertai tempat bermain anak-anak seperti perosotan dan tangga naik turun. Semua itu didedikasikan untuk wisata keluarga yang berkunjung di area taman. Keteduhan pepohonan dan bunga-bunga di taman terawat. Embusan angin semilir yang tercipta liukan daun-daun pepohonan memberi kesejukan.
Hampir setiap pagi dan sore Taman Poci tidak pernah sepi dari pengunjung. Dari berbagai penjuru wilayah masyarakat Kota Tegal berwisata di taman gratis. Sambil mengawasi anak-anak bermain, orang tua menikmati kudapan rakyat seperti tahu gejrot, pangsir, bakso, ronde, tahu kecrut, atau kupat glabed Randugunting.
Pada masa Walikota Tegal dijabat Adi Winarso, Taman Poci dilarang untuk para pedagang berjualan di dalam taman. Tempat ini dibangun memang bukan diperuntukan para pedagang, melainkan sebagai arena bersantai keluarga dan tempat bermain anak-anak. Walau tanpa penjagaan Satpol PP, agaknya para pedagang cukup mahfum Taman Poci bukan buat para pedagang Kaki Lima. Mereka berjualan di luar taman.
Keterjagaan taman dan kesadaran para pedagang berdurasi cukup lama pada kepatuhan untuk tidak melanggar. Kenyamanan keluarga mendadak berubah ketika kemudian munculan pemilihan Kepala Daerah secara langsung dipilih oleh rakyat. Di era inilah perubahan terjadi. Masyarakat pedagang yang semula patuh berjualan di luar taman, merangsek masuk ke dalam. Lambat laun area taman dipenuhi pedagang yang semula berjualan di Alun-alun bekas lapangan bola dan yang ada di sebelah barat, menguasai area Taman Poci.
Yang jadi aneh, Satpol PP dan instansi yang terkait untuk menertibkan para pedagang, tak peduli. Maka jadilah di era kepemimpinan wali kota baru sesudah Adi Winarso hingga periode walikota yang lain, remuk redamlah tatanan Taman Poci.
Sekarang ketika Kota Tegal dijabat Walikota Dedy Yon Supriyono, barulah Taman Poci ditata ulang. Kios dan warung-warung dari arah barat hingga ke timur dan tikungan sebelah utara Stasion Kereta Api, mendadak digusur. Sementara area Taman Poci total direnovasi.
Jujur saja, dengan renovasi total bekas Taman Poci berubah nama menjadi Taman Pancasila terlihat cantik. Jalan Pancasila yang semula sempit, lebih lebar dan pandangan dari dua arah timur ke barat. Plong.

Di tangan Walikota baru ini, kawasan dari Alun-alun depan Masjid Agung hingga di depan Stasiun Kereta Api, disulap habis-habisan. Menara Waterleideng yang bertengger dan kokoh bekas peninggalan kolonial, lebih menawan dengan perubahan warna dari pancaran lampu-lampu beraneka warna jika dilihat pada malam hari. Gedung Birao yang semula pucat dan senyap, kini tampak gagah dan berdandan dengan warna cat putih.
Sungguh kawasan Jalan Pancasila gemebyar dengan geriap kampu-lampu artistik. Sesuatu yang baru telah tercipta sebagai ikonik baru Kota Tegal! (*)
———–
Lanang Setiawan, penerima hadiah Sastra “Rancagé” 2011 uga novelis.
Discussion about this post