BREBES – Wahyu, 10 tahun, seorang siswa sekolah dasar di Desa Kalimati, Kecamatan Brebes ini, sekilas tidak ada yang berbeda dengan kondisi anak-anak lainnya. Sehari-hari seperti biasa dia bersekolah dan bermain bersama teman-temannya. Namun, siang itu, Senin, 21 Agustus 2017, dia datang ke Puskesmas Kalimati bersama orang tuanya.
“Baru tahu seminggu yang lalu, katanya kena penyakit gondok,” kata Rasti, 40 tahun, Ibunda Wahyu.
Rasti baru mengetahui anaknya terkena penyakit gondok seusai imunisasi Campak dan Rubella. Saat itu, petugas kesehatan yang memeriksa anaknya memberitahu bahwa Wahyu mengalami pembengkakan kelenjar tiroid di leher. “Setelah diperiksa di puskesmas, teryata memang benar,” katanya.
Seorang dokter di Puskesmas Kalimati, dr. Rasipin membenarkan penyakit yang diderita Wahyu memang gondok. Dia mengungkapkan, penyebab penyakit yang dialami Wahyu bukan karena kekurangan yodium, namun lantaran terpapar pestisida yang digunakan petani setempat. Kebetulan, orang tua Wahyu juga merupakan petani bawang merah. “Ya saya petani bawang,” kata Rasti.
Wahyu bukan satu-satunya anak yang terkena Gondok. Puskesmas Kalimati punya data jumlah anak-anak yang terkena penyakit gondok. Menurut Rasipin, jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada 2016 lalu, survei yang dilakukan tim medis puskesmas tersebut mendeteksi ada enam anak yang terkena gondok. “Tahun ini, setelah kami cek ke beberapa sekolah, jumlahnya mencapai 61 anak,” jelas Rasipin.
Rasipin meyakini anak-anak tersebut terkena gondok karena terpapar pestisida. Sebab, hasil pemeriksaan yang dilakukan timnya menunjukkan anak-anak tersebut tidak kekuragan yodium, perkara yang biasanya menyebabkan seseorang terkena gondok. “Penggunaan pestisida di sini (Kalimati) sedang tinggi-tingginya,” ujar dia.
Studi yang dilakukan Rasipin pada lima tahun (2012) yang lalu di Kecamatan Bulakamba, Brebes justru lebih parah. Penelitian dilakukan kepada ratusan anak di sejumlah sekolah di tiga desa yakni Kluwut, Bulakparen, dan Dukuhlo. Di sana jumlah anak-anak yang terkena gondok mencapai lebih dari 32 persen. Pada tahun berikutnya 2013 meningkat menjadi 48 persen. Lalu meningkat lagi pada 2014 mencapai 50,46 persen.
Metode yang diterapkan dalam penelitian itu, kata dia, yakni membandingkan anak-anak yang terkena gondok dan yang normal. Hasilnya, kadar yodium mereka normal. Rasipin lalu mendatangi rumah anak-anak tersebut, untuk mengobservasi perilaku anak, rumah orang tuanya seperti apa.
“Nah ternyata orang tua anak-anak itu petani bawang merah. Kebanyakan menyimpan hasil panen yang residu pestisidanya masih ada. Lingkungan bermain anak-anak juga di areal persawahan yang menggunakan pestisida tinggi. Dari situ kami menyimpulkan ada korelasi antara penggunaan pestisida dengan anak-anak,” katanya.
Untuk meyakinkan penelitiannya, Rasipin melakukan tes laboratorium kepada anak-anak tersebut. Hasilnya, kadar kolinesterase pada anak-anak yang terkena gondok di bawah normal. Kadar kolinestrase itu menunjukkan bahwa anak-anak itu terpapar pestisida. “Angkanya, jika anak normal itu di atas 10. Tapi ada yang ekstrem sampai 7,4,” jelas dia.
Salah seorang petugas Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan yang bertugas menangani pestisida, Bakti Pronodityo, menyebut penggunaan pestisida di Brebes memang tinggi. Banyak petani yang menggunakan pembasmi hama tersebut melebihi dosis. Bahkan, pihaknya beberapa kali menemukan pestisida yang dilarang peredarannya.
“Petani di Brebes masih ada yang pakai pestisida dengan bahan aktif endosulfan, itu kan dilarang, karena tidak bisa terurai pada rantai makanan. Ada juga yang mencampur pestisida tiga merek jadi satu, alasannya lebih ampuh membasmi hama. tapi itu kan melebihi dosis,” jelas Bakti. (Tempo/Rhn)
Discussion about this post