TEGAL – Pemerintah Kabupaten Tegal mencanangkan Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) pada 2019. Yakni dengan mengembangkan Sentra Peternak Rakyat (SPR) beberapa desa di Kecamatan Margasari, Kabupaten Tegal.
Namun program itu memunculkan sejumlah persoalan. Di antaranya banyaknya limbah kandang sapi serta sarana dan prasarana bagi peternak. Salah satu peternak, Dasuki, mengaku kebingungan untuk mengolah limbah kandang yang setiap harinya mampu memproduksi mencapai 2 ton.
“Saat ini meski telah ada sentranya, tapi bagaimana cara mengolah kotoran ternak yang mencapai 2 ton tersebut?,” tanya dia dalam Pesta Patok Peternakan, Desa Dukuh Tengah, Kecamatan Margasari, Kabupaten Tegal, Kamis, 1 November 2018.
Ia mengaku bingung lantaran ada aturan limbah kandang dilarang untuk dijual. Padahal, lokasi sentra peternak juga berada tidak jauh dari jalan desa. “Baunya (kotoran) yang menyengat juga cukup mengganggu,” ujar dia.
Peternak lainnya, Sukrad, menghadapi persoalan berbeda. Ia kebingungan untuk akses jalan bagi ternaknya lantaran kerap melintasi akses atau lahan penduduk ataupun milik Perhutani. “Kami masih kerap melewati lahan perhutani dan jalan warga. Kami meminta dicarikan solusinya,” ujar dia.
Menanggapi hal tersebut, Plt Bupati Tegal Umi Azizah menuturkan limbah kandang dapat dikelola di masing-masing desa. “Dapat dikelola lewat BUMDes. Untuk bahan bakar bio gas rumah tangga seperti listrik dan memasak,” katanya.
Umi mengatakan terkait infrastruktur, dapat menggunakan Dana Desa (DD) yang ada. Apalagi khusus di Desa Dukuh tengah, capaian fasilitas umum sudah mencapai 85 Persen. “Tinggal bisa fokus pemberdayaan masyarakat. Karena fisik sudah mencapai 85 persen. Monggo Pak Kades bisa jadi pertimbangan,” terangnya.
Ia pun menyambut baik inisiatif Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan (DKPP) Kabupaten Tegal yang menggelar Pesta Patok Bagi Peternak. “Kami mengharapkan agar acara ini betul-betul dijadikan sebagai ajang interaksi dan kolaborasi bagi semua pemangku kepentingan di bidang peternakan. Yaitu peternak, pengusaha, petugas teknis bidang peternakan, perbankan, akademisi, perusahaan obat hewan, perusahaan asuransi, tokoh masyarakat, serta pejabat pemerintahan,” jelasnya.
Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Kelautan (DKPP) Toto Subandrio, menambahkan, sebenarnya untuk pengelolaan limbah kandang sudah dilakukan sejak 2017. “Sudah sejak 2017 ada pengelolaan limbah kandang. Dengan menjadikan kotoran ternak menjadi bio gas yang dapat digunakan untuk listrik serta memasak,” ungkap dia.
Lewat upaya tersebut, kata dia, diharapkan bahan bakar bio gas dapat mengaliri ke daerah yang minim listrik di Kabupaten Tegal. “Jadi bio gas ini menjual jasa angkut, bukan menjual kotorannya. Dan itu sudah dilakukan dari 2017 dengan menyuplai bio gas ke Bojong dan daerah lain yang masih membutuhkan listrik,” terangnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, populasi sapi di Tegal saat ini sebanyak 1.580 ekor. Terdiri dari Indukan 791 ekor, Pejantan 67 ekor, dara dan pedet betina 478 ekor, serta pedet jantan 244 ekor. Menurut dia, pada 2018 ini Kabupaten Tegal mentargetkan 1.200 akseptor inseminasi buatan (IB). 800 ekor kebuntingan dan 672 ekor kelahiran.
“Namun salah satu kendala yang dihadapi dalam peningkatan produksi daging adalah adanya gangguan reproduksi pada hewan ternak serta serangan penyakit,” kata dia. (*)
Editor: Muhammad Irsyam Faiz
Discussion about this post