TEGAL – Puluhan tenaga medis Kota Tegal mendatangi DPRD, Selasa (8/9/2020). Paramedis yang tergabung dalam Ikatan Pegawai Non PNS Puskesmas (IPNP2) datang untuk menyampaikan sejumlah aspirasi, salah satunya soal rendahnya upah yang mereka terima.
Kedatangan mereka disambut Wakil Ketua DPRD Habib Ali Zaenal Abidin, serta anggota dari komisi I dan II. Tampak hadir Kepala Dinas Kesehatan Kota Tegal Sri Prima Indraswari dan jajaran dalam jalannya audiensi di Ruang Rapat Komisi I.
“Kami menyampaikan aspirasi unek-unek. Kami lintas profesi, tidak hanya paramedis saja, ada tenaga teknis, administrasi dan tenaga lainnya yang bekerja di 8 puskesmas,” kata Ketua IPNP2 Kota Tegal Iqbal Teguh Eko usai audiensi.
Iqbal mengatakan, setidaknya ada tiga permohonan yang diajukan. Harapannya, permohonan ini bisa mendapatkan dukungan DPRD agar Pemkot memperhatikan nasib mereka.
Pertama, mempertanyakan kejelasan status kepegawaian, yang semula sebagai pegawai Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) Puskesmas menjadi supporting staff (SS) di bawah Dinas Kesehatan sejak 1 Mei 2020.
Kedua, mereka juga berharap mendapat upah minimal sesuai dengan upah minimum Kota Tegal sebesar Rp 1,9 juta. Saat ini, upah yang mereka terima dinilai masih terlalu rendah. Apalagi tanpa tambahan jasa pelayanan meski beban kerja semakin berat di tengah pandemi COVID-19.
“Saat ini kami dapat upah sehari Rp 42.500 untuk lulusan SMA, Rp 51.000 untuk lulusan D3, dan Rp 68.000 untuk lulusan S1,” katanya.
Iqbal mengatakan, aspirasi yang ketiga adalah, berharap nantinya bisa masuk prioritas dalam seleksi menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
“Mengingat usia kami rata-rata sudah tidak bisa lagi mengikuti CPNS. Kita sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun. Saya saja sudah 13 tahun,” ujar Iqbal.
Iqbal mengatakan, sejak bekerja, ia dan rekan-rekannya belum pernah menerima gaji hingga menyentuh UMK. Atau paling besar hanya mendapat upah harian selama 23 hari dalam sebulan dengan total Rp 1.100.000.
“Bahkan sebelumnya kami tenaga wiyata bakti hanya dapat upah uang sabun. Baru di tahun 2015 Puskesmas menjadi BLUD kami dapat gaji Rp 1.350.000 plus jasa layanan sekitar Rp 500.000,” kata Iqbal.
Kemudian sejak 1 Mei 2020, yang tadinya sebagai pegawai BLUD yang direkrut Puskesmas, kini dialihkan tanggungjawabnya ke Dinas Kesehatan sebagai supporting staff.
Alhasil mereka tak lagi menerima gaji bulanan, melainkan upah harian sebagai SS. “Sejak 1 Mei paling besar dapat upah Rp 1,1 juta. Tidak ada jasa layanan,” imbuhnya.
Padahal menurutnya, di tengah pandemi COVID-19, pihaknya harus bekerja lebih ekstra bahkan dengan risiko yang lebih besar. Salah satunya terpapar COVID-19.
“Kami di puskesmas bekerja lebih ekstra. Tidak hanya menangani pasien di puskesmas saja. Termasuk sampai terlibat tracing. Jadi kita punya faktor risiko yang lebih tinggi dibandingkan di instansi lainnya,” kata Iqbal.
Kini, mereka berharap, paling tidak bisa mendapatkan upah minimal sesuai UMK. “Harapan kami semoga ke depan nasib kami berubah lebih baik lagi. Karena kami punya keluarga yang juga perlu dihidupi,” pungkasnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tegal Sri Prima Indraswari mengatakan, puskesmas sejak 2015 bisa merekrut tenaga sendiri. “Jadi waktu itu pola pengelolaan keuangannya dikelola sendiri oleh puskesmas,” kata Prima.
Menurut Prima, karena pendapatan Puskesmas menurun, akhirnya sejak Mei 2020 pembiayaannya dialihkan ke Dinas Kesehatan.
“Karena dialihkan ke Dinkes maka standarisasinya sesuai Pemkot Tegal. Termasuk pegawai non-pns di puskesmas,” kata Prima.
Meski demikian, kata Prima, pihak Pemkot Tegal takkan tinggal diam. “Kami sudah membuat usulan standarisasi besaran honor dan prosesnya bertahap,” kata dia.
Menurut Prima, pegawai non PNS puskesmas saat ini statusnya supporting staff dengan kontrak kerja tahunan.
“Kontrak kerja itu 1 tahun, bisa diperpanjang bisa tidak. Namun kita memperpanjang. Namun di Dinkes tidak ada jasa pelayanan. Namun nanti yang menentukan kesepakatan di tim anggaran,” pungkasnya. (*)
Discussion about this post