BREBES, Panturapost.com – Polisi terus mengusut kasus dugaan perdagangan manusia dengan korban delapan pemuda asal Desa Cenang, Kecamatan Songgom, Brebes. Tarmudi, terlapor kasus tersebut mangkir dari panggilan polisi. Surat panggilan dilayangkan kepada Tarmudi pekan lalu, namun hingga Senin, 3 April 2017, yang bersangkutan tidak hadir.
“Kami juga sudah mendatangi rumahnya tapi kosong. Tarmudi tidak ada,” ujar Inspektur Satu Pujiastuti, angggota Satuan Gugus Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Brebes dari unsur kepolisian. Dia mengatakan, polisi juga sudah berkomunikasi dengan kepala desa setempat. Namun, sampai saat ini Tarmudi tidak juga memenuhi panggilan polisi.
Menurut Pujiastuti status kasus tersebut masih penyelidikan. Empat saksi dari keluarga korban sudah diperiksa. Pihaknya saat ini sedang berkoordinasi dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), agar para korban bisa segera dipulangkan. “Kami akan memeriksa para korban,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, delapan pemuda asal Brebes menjadi korban perdagangan manusia di Malaysia. Dugaan itu muncul setelah keluarga memperoleh video tayangan berita salah satu televisi Malaysia yang tentang penangkapan TKI oleh petugas Imigrasi Johor, Malaysia. Tokadi salah satu orang tua korban melihat wajah anaknya, Ahmad Ghozali, 18 tahun menjadi salah satu TKI yang ditangkap.
Selain Ghozali, delapan orang lainnya adalah Hendra Setiawan, 23 tahun, Hermansyah, 27 tahun, Apris Prasmono, 20 tahun, Torikun, 30 tahun, Jono, 30 tahun, Amar, 28 tahun, dan Sahroni, 25 tahun. Mereka berangkat ke Malaysia pada akhir November 2016 lalu.
“Terakhir saat dihubungi, (Ahmad Ghozali) katanya tidak mendapatkan perlakuan yang layak. Saat berangkat lewat jalur laut. Pas kerja sembunyi-sembunyi, makan tidak teratur,” kata Tokadi saat ditemui di rumahnya pertengahan Maret lalu.
Mereka direkrut tetangganya sendiri, Tarmudi. Saat dimintai konfirmasi, dia membenarkan jika proses pemberangkatan delapan pemuda itu menggunakan jalur laut. Namun dia sendiri mengaku tidak tahu proses pemberangkatan mereka resmi atau tidak. Padahal, dia sudah 16 tahun atau sejak tahun 2001 menekuni jasa pemberangkatan TKI. Dia sendiri bekerja untuk PT. Alkurni, sebagai calo tenaga kerja.
Sementara itu, dari pihak keluarga saat ini masih menanti kepastian nasib anak-anak mereka. “Belum ada kabar lagi, padahal bapak saya sudah diperiksa,” kata Anto Mariko Kakak dari Ahmad Ghozali. Dia berharap, bisa mengusut kasus ini untuk memberi efek jera kepada para pelaku. (Koran Tempo/Rhn)
Discussion about this post