TEGAL – Puluhan warga dari tiga pedukuhan Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal menggelar tradisi ruwatan bumi, doa dan makan bersama yang digelar di wisata Lembah Rembulan.
Dalam gelaran itu, puluhan warga dari tiga pedukuhan membawa sebuah takir (makanan yang terbungkus dari daun), makanan dari hasil pertanian serta sebuah nasi kuning atau tumpeng dari hasil pertanian untuk menghormati leluhur kampung tersebut.
Pantuan panturapost di lokasi, masyarakat yang datang membawa bungkusan makanan. Mereka duduk sambil mengikuti pengajian dan doa bersama. Walaupun cuaca terik, masyarakat tetap setia di lokasi dan kompak menyanyikan lagu Indonesia Raya.
“Ruwatan bumi ini sebagai melestarikan budaya yang ada di Desa Rembul. Kebetulan dalam ruwat bumi ini diikuti oleh tiga pedukuhan. Antara lain, Dukuh Sinusa, Dukuh Maribaya, Dukuh Depok serta masyarakat Rembul lainnya,” tutur Kepala Desa Rembul, Ibnu Efendi pada panturapost, Jumat (27/8/2021).
Kata Ibnu, masyarakat yang datang di acara ruwatan bumi ini membawa takir dari rumah masing-masing. Sebuah kambing dipotong lalu dimasak. Potongan masakan daging itu kemudian dimasukkan ke takir masing-masing warga. Setelah berdoa bersama, baru dimakan di tempat wisata Lembah Remburan.
“Takir itu sendiri menandakan kita harus peduli pada alam sekitar dan mengurangi penggunaan bahan plastik. Kegiatan ini akan kami lestarikan setiap tahun, agar budaya di desa tidak punah dan tetap terpelihara,” ujarnya.
Salah satu tokoh masyarakat Desa Rembul, Rojikin mengatakan, sebelum ada wisata Lembah Rembulan atau embung ini, kegiatan ruwatan bumi ini sudah diadakan setiap pedukuhan. “Setiap bulan sura ini selalu diperingati seperti ini.”
Menurutnya, kegiatan ini untuk menghormati leluhur di sini atau leluhur yang dulunya babat tanah dukuh Sinusa. Setiap tahun digelar ruwatan bumi ini.
“Masyarakat yang datang bawa makan sendiri. Setiap RT bawa tumpeng sendiri, makanan hasil bumi, kalau istilah di sini pala pendem.”
Tak hanya itu, dalam ruwatan bumi ini juga ada kesenian kuda lumping untuk menghibur masyarakat yang datang mengikuti acara. “Leluhur di sini kebetulan dulunya suka dengan seni kuda lumping,” ungkapnya. (*)
Editor: Muhammad Abduh
Discussion about this post